Dasar-Dasar Penelitian Sejarah (Heuristik, Kritik/Analisis, Interpretasi, Historiografi)

       Sejak penulisan kisah-kisah dilakukan secara ilmiah, penulisan sejarah mempergunakan metode sejarah. Prosedur kerja sejarawan untuk menuliskan cerita masa lampau menurut jejak-jejak yang ditinggalkan oleh masa lampau itu, ternyata, terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Mencari jejak-jejak masa lampau.
(2) Meneliti jejak-jejak secara kritis.
(3) Berdasarkan informasi yang diperoleh dari jejak-jejak itu berusaha membayangkan bagaimana citra masa lampau.
(4) Menyampaikan hasil-hasil rekonstruksi imajinatif masa lampau itu sehingga sesuai dengan jejak-jejaknya maupun imajinasi ilmiah.
    Sesuai dengan langkah-langkah yang diambil di dalam keseluruhan prosedur, metode sejarah biasanya dibagi atas empat kelompok-kelompok aktivitas yaitu:

1. Heuristik    Metode heuristik merupakan bab dari penelitian dalam kajian sejarah. Heuristik yakni metode penelitian yang cermat untuk menghimpun jejak-jejak sejarah atau mengumpulkan dokumen-dokumen supaya sanggup mengetahui peristiwa-peristiwa bersejarah masa lampau. Jejak atau dokumen yang berhasil
dikumpulkan itu merupakan data yang sangat berharga sehingga sanggup dijadikan dasar untuk menelusuri kejadian-kejadian sejarah pada masa lalu.

2. Kritik atau Analisis
    Jika dalam perjuangan untuk menyusun fakta-fakta dari sesuatu bagian sejarah kita menemukan sesuatu sumber, contohnya sebuah dokumen, bagaimanakah caranya kita menyimpulkan informasi dari sumber itu? Apakah sumber itu memang bertalian dengan penelitian kita?
    Pertanyaan-pertanyaan itu membawa kita pada bidang kritik sejarah, yakni metode untuk menilai sumber- sumber yang kita butuhkan guna mengadakan penulisan sejarah maka sanggup kita katakan, bahwa kritik sejarah terutama sekali mengenai sumber tertulis.
    Setiap sumber memiliki aspek ekstern dan aspek intern. Aspek ekstern bersangkutan dengan persoalan-apakah sumber itu memang merupakan sumber sejati yang kita butuhkan, aspek intern bertalian dengan problem apakah sumber itu dapat memperlihatkan informasi yang kita butuhkan. Karena itu penilaian
sumber-sumber sejarah memiliki dua segi, yaitu:
a. Kritik Ekstern
    Kritik ekstern bertugas menjawab tiga pertanyaan mengenai sesuatu sumber: Apakah sumber itu memang sumber yang kita kehendaki? Apakah sumber itu orisinil atau turunan? Apakah sumber itu utuh atau telah diubah-ubah? Pertanyaan-pertanyaan mempersoalkan otentik tidaknya atau sejati tidaknya sesuatu sumber. Jika diungkapkan secara negatif pertanyaan akan berbunyi apakah sumber itu palsu?
    Pertanyaan kedua mengenai orisinil tidaknya sesuatu sumber, harus dijawab dengan analisis sumber. Analisis sumber mencoba mengetahui apakah sesuatu sumber itu orisinil ataukah turunan.
    Sumber orisinil sudah barang tentu lebih tinggi mutunya daripada sumber turunan atau salinan. Proses ini terutama sekali penting bagi dokumen-dokumen dari zaman dahulu alasannya yakni pada waktu itu satu-satunya cara memperbanyak yakni dengan jalan menyalinnya. Dalam menyalin itu tentu ada kemungkinan timbulnya perubahan di dalam isi dokumen. Dokumen-dokumen dari zaman modern yang diperbanyak dengan mesin stensil atau dengan kertas-karbon, dan foto kopi sudah tentu lebih dapat dipercaya daripada sumber yang diturunkan dengan goresan pena tangan.
b. Kritik Intern
    Kritik intern yakni kritik terhadap isi dari suatu peninggalan sejarah menyerupai isi prasasti, kitab kuno, dokumen dan sebagainya. Kritik Intern ini mulai bekerja sehabis kritik ekstern selesai menentukan, bahwa dokumen yang kita hadapi memang dokumen yang kita cari. Kritik intern harus membuktikan, bahwa kesaksian yang diberikan oleh sesuatu sumber itu memang sanggup dipercaya.

3. Interpretasi
    Setelah melaksanakan kritik intern, kita telah sanggup menghimpun aneka macam infonnasi mengenai sesuatu periode sejarah yang sedang kita pelajari. Berdasarkan semua keterangan itu sanggup kita susun fakta-fakta sejarah yang sanggup kita buktikan kebenarannya. Menurut Louis Gottschalk suatu fakta sejarah atau ”historical facts adalah;a particular derived di rectly or indirectly from historical documents and ragaded as credible after careful tasting in accordance with the canons of historical method’’.
 


4. Historiografi
    Tahap ini yakni puncak dalam mekanisme penelitian sejarah yang kita lakukan dan hingga kepada bab terakhir dari metode sejarah. Pada tahap terakhir ini sejarawan melaksanakan penyusunan
kisah sejarah sesuai dengan norma-norma dalam disiplin ilmu sejarah. Di antaranya yang paling penting penyusunan tersebut haruslah kronologis. Di samping itu, dalam penulisan kisah
sejarah haruslah diupayakan seobjektif mungkin menghindari adanya penyimpangan. Walaupun demikian, unsur-unsur
subjektivitas seringkali sulit dihindari alasannya yakni perbedaan penafsiran dan latar belakang penulisnya.

disusun menjadi suatu ceritra sejarah tersebut diberi- fungsi tertentu.
    Fakta-fakta sejarah merupakan titik kristalisasi dari suatu proses dalam masyarakat. Kegiatan ilmu memberi bentuk pada sejarah, yakni menyusun ceritra sejarah, disebut historigrafi (penulisan sejarah). Melalui ceritra sejarah kita sanggup menghayati kembali dan merenungkan kembali, segala pengalamam insan di masa lampau.
Dalam historiografi ada tiga problem yang penting, yakni:
(1) Peristiwa-peristiwa sejarah manakah yang dianggap patut dicatat.
(2) Bagaimana menghubungkan peristiwa- insiden tersebut satu sama lain.
(3) Apakah dan manakah sumber-sumbernya?
(bse sejarah Hendrayana)


EmoticonEmoticon