Showing posts sorted by date for query alat-yang-dihasilkan-pada-masa-berburu. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query alat-yang-dihasilkan-pada-masa-berburu. Sort by relevance Show all posts

Apa Itu Menhir, Sarkofagus, Dolmen, Peti Kubur Batu, Waruga, Punden Berundak, Arca Atau Patung

     Pemujaan terhadap roh atau arwah leluhur tidak hanya terdapat di Indonesia, namun juga hampir di seluruh dunia. Pemujaan ini berawal dari anggapan insan terhadap kekuatan alam. Tanah, air, udara, dan api dianggap sebagai unsur pokok dalam kehidupan semesta. Semua itu diatur dan dijaga oleh suatu kekuatan, kepercayaan inilah yang menyebabkan munculnya sosok roh sehabis mati.
     Sistem kepercayaan masa bercocok tanam ini merupakan kelanjutan dari kepercayan masa sebelumnya. Pada masa bercocok tanam ini insan purbanya telah mengenal anggapan bahwa rohmanusia sehabis mati dianggap tidak hilang, melainkan berada di alam lain yang tidak berada jauh dari tempat tinggalnya dahulu. Dengan demikian, alasannya yakni sewaktu-waktu roh yang bersangkutan sanggup dipanggil kembali jikalau dimintakan bantuannya. Untuk itu, pada dikala seorang mati dikuburkan maka ia dibekali dengan majemuk keperluan sehari-hari, menyerupai tambahan dan periuk. Untuk orang-orang terkemuka (kepala suku atau kepala adat), kuburannya dibuat agak istimewa, terlihat dari bentuknya yang terdiri atas batu-batu besar, menyerupai sarkofagus, peti batu, menhir, dolmen, waruga, punden berundak-undak, dan arca. Masa di mana mulai dibangunnya bangunan-bangunan dari watu ini disebut juga kurun Megalitikum.
(1) Menhir
     Menhir merupakan tugu watu yang tegak, tempat pemujaan terhadap arwah leluhur. Menhir ini banyak ditemukan di Sumatera, Sulawesi Tengah, serta Kalimantan. Di kawasan Belubus, Kecamatan Guguk, Kabupaten Limapuluh Koto, Sumatera Barat, terdapat menhir yang tingginya 125 cm, berbentuk seperi gagak pedang, baguan lengungannya menghadap Gunung Sago.
(2) Sarkofagus
   Sarkofagus yakni peti mayat yang terbuat dari watu lingkaran (batu tunggal). Sarkofagus ini banyak ditemukan di kawasan Bali. Sarkofagus di Bali masih diangap keramat dan magis oleh masyarakat sekitar.
(3) Dolmen
    Dolmen yakni meja watu tempat meletakkan sesaji yang akan dipersembahkan kepada arwah nenek moyang. Di bawah dolmen ini biasanya ditemukan kuburan batu.
(4) Kuburan atau Peti Batu
    Kuburan watu yakni peti mayat yang terbuat dari watu pipih. Kuburan watu ini banyak ditemukan di kawasan Kuningan, Jawa Barat, dan Nusa Tengggara.
(5) Waruga
    Waruga yakni kuburan watu yang berbentuk kubus atau bulat, terbuat dari watu yang utuh. Waruga ini banyak ditemukan di Sulawesi Utara dan Tengah.
(6) Punden Berundak-undak 
     Punden berundak-undak yakni bangunan suci tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang dibuat dalam bentuk bertingkat-tingkat atau berundak-udak. Bangunan ini banyak ditemukan di kawasan Lebak Si Bedug, Banten Selatan.

Pemujaan terhadap roh atau arwah leluhur tidak hanya terdapat di Indonesia Apa itu Menhir, Sarkofagus, Dolmen, Peti Kubur Batu, Waruga, Punden Berundak, Arca atau Patung
(punden berundak)

(7) Arca atau Patung
    Arca pada masa Megalitikum terbuat dari batu, biasanya berbentuk sosok binatang dan manusia. Jenis binatang yang sering dibuat yakni gajah, kerbau, harimau, monyet. Arca-arca watu ini banyak terdapat di Sumatera selatan, Lampung, Jawa Tengah dan Timur.
(bse sejarah Hendrayana)

Keadaan Lingkungan Dan Kehidupan Sosial Pada Kala Berburu Dan Mengumpulkan Makanan

a. Keadaan Lingkungan
       Pada awalnya insan purba hidup di padang terbuka. Alam sekitarnya merupakan tempat mereka mencari makanan. Mereka beradaptasi terhadap alam sekitar untuk sanggup mempertahankan hidup. Manusia purba yang hidup di tempat hutan dapat menghindarkan diri dari ancaman serangan binatang buas, terik matahari dan hujan. Mereka hidup berkelompok, tinggal di gua-gua atau menciptakan tempat tinggal di atas pohon besar. Manusia yang tinggal di gua-gua dikenal sebagai cavemen (orang gua). Dengan demikian, mereka sangat bergantung pada kebaikan alam; mereka cenderung pasif terhadap keadaan.
       Kehidupan di dalam gua-gua pada masa ini menghasilkan lukisan-lukisan pada dinding-dinding gua yang (kemungkinan besar) menggambarkan kehidupan sosial-ekonomi mereka. Lukisan-lukisan pada dinding gua lain berupa cap tangan, babi dan rusa dengan panah dibagian jantungnya, gambar binatang melata, dan gambar perahu. Lukisan dinding gua antara lain ditemukan di Sulawesi Selatan, Irian Jaya, Kepulauan Kei, dan Pulau Seram.
 

b. Kehidupan Sosial
       Kondisi alam sangat besar lengan berkuasa terhadap sifat dan fisik makhluk hidup tanpa kecuali manusia. Pola kehidupan insan yang primitif sangat menggantungkan hidupnya pada ketersediaan alam, di mana daerah-daerah yang didiami harus cukup untuk memenuhi kebutuhannya, untuk kelangsungan hidup terutama di tempat yang cukup persediaan air. Temuan artefak pada Zaman Palaeolitikum mengatakan bahwa manusia Pithecanthropus sudah mengenal perburuan dan menangkap binatang dengan cara yang sederhana.
       Hewan yang menjadi mangsa perburuan ialah binatang yang berukuran besar, menyerupai gajah, sapi, babi atau kerbau. Saat perburuan, tentu diharapkan adanya kolaborasi antarindividu yang lalu membentuk sebuah kelompok kecil. Hasil buruannya dibagikan kepada anggota-anggotanya secara rata. Adanya keterikatan satu sama lain di dalam satu kelompok, yang laki-laki bertugas memburu binatang dan yang wanita mengumpulkan masakan dan mengurus anak. Satu kelompok biasanya terdiri
dari 10 – 15 orang. 

       Pada masa ini, insan tinggal di gua-gua yang tidak jauh dari air, tepi pantai dan tepi sungai. Penangkapan ikan memakai mata panah atau ujung tombak yang berukuran kecil. Temuan-temuan perkakas tersebut antara lain kapak Sumatera (Sumatralith), mata panah, serpih-bilah dan lancipan tulang Muduk. Ini mengatakan adanya acara perburuan hewan-hewan yang kecil dan tidak membutuhkan anggota kelompok yang banyak atau bahkan dilakukan oleh satu orang. Dalam kehidupan berkelompok, satu kelompok hanya terdiri dari satu atau duakeluarga.
(bse sejarah oleh Hendrayana) Baca juga: Alat Yang Dihasilkan Pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan

Alat Yang Dihasilkan Pada Era Berburu Dan Mengumpulkan Makanan

Masyarakat berburu dan mengumpulkan masakan ini lebih bahagia tinggal di gua-gua sebagai kawasan berlindung. Mereka mulai menciptakan alat-alat berburu, alat potong, pengeruk tanah, dan perkakas lain. Pola hidup berburu membentuk suatu kebutuhan akan pembuatan alat dan penggunaan api. Kebutuhan ini membentuk suatu budaya menciptakan alat-alat sederhana dari batu, kayu, tulang yang selanjutnya berkembang dengan munculnya suatu kepercayaan terhadap kekuatan alam. Diduga, alat-alat ini diciptakan oleh insan pithecanthropus dari zaman Paleolitikum, contohnya alat-alat yang ditemukan di Pacitan. Menurut H.R.
von Heekeren dan R.P. Soejono, serta Basuki yang melakukan penelitian tahun 1953-1954, kebudayaan Pacitan merupakan kebudayaan tertua di Indonesia. Pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut, ditemukan alat-alat dari bambu yang digunakan untuk menciptakan keranjang, menciptakan api, menciptakan anyaman dan pembakaran.
       Selain di Pacitan, temuan homogen terdapat pula di Jampang Kulon (Sukabumi), Gombong, Perigi, Tambang Sawah di Bengkulu, Lahat, Kalianda di Sumatera Selatan, Sembiran Trunyan di Bali, Wangka, Maumere di Flores, Timor-Timur (Timor Leste), Awang Bangkal di Kalimantan Timur, dan Cabbenge di Sulawesi selatan.
Hasil-hasil kebudayaan yang ditemukan pada masa berburu dan mengumpulkan masakan antara lain:
(1) Kapak perimbas: tidak mempunyai tangkai dan digunakan dengan cara digenggam; diduga hasil kebudayaan Pithecanthropus Erectus. Kapak perimbas ditemukan pula di Pakistan, Myanmar, Malaysia, Cina, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
(2) Kapak penetak: bentuknya hampir sama dengan kapak perimbas, namun lebih besar dan masih kasar; berfungsi untuk membelah kayu, pohon, bambu; ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia.
(3) Kapak genggam: bentuknya hampir sama dengan kapak perimbas dan penetak, namun bentuknya lebih kecil dan masih sederhana dan belum diasah; ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia; digenggam pada ujungnya yang lebih ramping.
(4) Pahat genggam: bentuknya lebih kecil dari kapak genggam; berfungsi untuk menggemburkan tanah dan mencari ubiubian untuk dikonsumsi.
(5) Alat serpih atau flake: bentuknya sangat sederhana; berukuran antara 10 sampai 20 cm; diduga digunakan sebagai pisau, gurdi, dan penusuk untuk mengupas, memotong, dan menggali tanah; banyak ditemukan di goa-goa yang pernah ditinggali insan purba.
(6) Alat-alat dari tulang: berupa tulang-belulang hewan buruan.  Alat-alat tulang ini sanggup berfungsi sebagai pisau, belati, mata tombak, mata panah; banyak ditemukan di Ngandong.


 

(Alat-alat rumah tangga dari tulang) (bse sejarah oleh Hendrayana)
Baca juga: Jenis Manusia Purba di Indonesia (Megnthropus, Pithecanthropus, Homo Sapiens)
                 Zaman Batu dan Zaman Logam (Periodesasi Berdasarkan Arkeologi)
                 Periodesasi Masa Prasejarah Berdasarkan Geologi (Zaman Arkaikum, Palaeozoikum, Mezoloikum, dan Neozoikum)