Manusia purba yang pernah hidup di Kepulauan Indonesia ini banyak jenisnya. Masing-masing mewakili zaman di mana ia hidup.
a. Meganthropus Paleojavanicus
Manusia purba jenis ini hidup pada masa paleolitikum. Meganthropus paleojavanicus artinya manusia-Jawa purba yang bertubuh besar (mega). Manusia purba ini diyakini merupakan makhluk tertua yang pernah hidup di Pulau Jawa. Mereka diperkirakan hidup sekitar 1–2 juta tahun yang lalu. Fosil rahang bawah dan rahang atas insan purba ini ditemukan oleh Von Koenigswalg di Sangiran pada tahun 1936 dan 1941. Von Koenigswalg menemukan bahwa Meganthropus ini mempunyai rahang bawah yang tegap dan geraham yang besar, tulang pipi tebal, tonjolan kening yang mencolok dan tonjolan belakang kepala yang tajam serta sendi-sendi yang besar. Melihat kondisi fisiknya disimpulkan bahwa Meganthropus ini pemakan tumbuh-tumbuhan.
b. Pithecanthropus
Pithecanthropus artinya insan kera, hidup di zaman Paleolitikum. Fosil ini pertama kali ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1891, yakni pecahan rahang, gigi dan sebagian tulang tengkorak. Manusia monyet ini berjalan tegak dengan dua kaki, dan diperkirakan hidup pada 700.000 tahun yang lalu. Dubois menemukan fosil Pithecanthropus di Trinil tempat Ngawi pada saat Sungai Bengawan Solo sedang kering, kemudian fosil tersebut dinamai Pithecanthropus erectus, artinya insan monyet yang berjalan tegak. Sekarang, nama ilmiah insan purba Pithecanthropus erectus dikenal dengan nama Homo erectus. Pithecanthropus
memiliki ciri-ciri tinggi tubuh antara 165-180 cm, volume otak antara 750-1300 cc dan berat tubuh 80-100 kg.
Dalam beberapa sumber penelitian diperkirakan Pithecanthropus yakni insan purba yang pertama kalinya mengenal api sehingga terjadi perubahan contoh memperoleh makanan yang semula mengandalkan makanan dari alam menjadi contoh berburu dan menangkap ikan.
Peralatan yang telah ditemukan pada tahun 1935 oleh Von Koenigswalg di tempat Pacitan tepatnya di tempat Punung adalah kapak genggam atau chopper (alat penetak) dan kapak perimbas. Kapak genggam dan kapak perimbas sangat cocok digunakan untuk berburu. Manusia purba yang memakai kapak genggam hampir merata di seluruh Indonesia, di antaranya di Pacitan, Sukabumi, Ciamis, Gombong, Lahat, Bengkulu, Bali, Flores dan Timor. Di tempat Ngandong dan Sidoarjo ditemukan pula alatalat dari tulang, watu dan tanduk rusa dalam bentuk mata panah, tombak, pisau dan belati. Di bersahabat Sangiran ditemukan alat-alat berukuran kecil yang terbuat dari batu-batu indah yang bernama flakes (serpihan).
Manusia monyet (Pithecanthropus) jenis lain yang berhasil ditemukan antara lain:
(1) Pithecanthropus mojokertensis atau insan monyet dari Mojokerto, ditemukan di tempat Perning, Mojokerto, pada 1936 – 1941 oleh Von Keonigswalg. Fosil yang ditemukan berupa tengkorak bawah umur berusia sekitar 6 tahun. Walaupun ditemukan lebih muda dari Pithecanthropus erectus oleh Dubois,
fosil Pithecanthropus mojokertensis ditafsir merupakan jenis manusia purba yang lebih renta usianya dibandingkan dengan yang lain.
(2) Pithecanthropus soloensis atau insan monyet dari Solo, ditemukan di tempat Ngandong, di lembah Sungai Bengawan Solo, antara tahun 1931-1934. Fosil inovasi Von Keonigswalg dan Weidenreich ini berupa 11 buah fosil tengkorak, tulang rahang, dan gigi.
Fosil pithecanthropus ditemukan pula di Cina, tepatnya di gua Chou-ku-tien bersahabat Beijing. Fosil ini ditemukan oleh ilmuwan Cina, Pei Wen-Chung, dan fosil itu dinamai Sinanthropus Pekinensis. Sinanthropus pun mempergunakan perkakas watu yang sejenis dengan perkakas watu dari Pacitan.
(Lembah Sangiran, situs peninggalan Meganthropus Paleojavanicus)
c. Homo sapiens
Homo sapiens merupakan insan purba modern yang memiliki bentuk tubuh yang sama dengan insan sekarang. Homo sapiens disebut pula insan berbudaya sebab peradaban mereka cukup tinggi. Dibandingkan dengan insan purba sebelumnya, Homo sapiens lebih banyak meninggalkan benda-benda berbudaya. Diduga, mereka inilah yang menjadi nenek moyang bangsa-bangsa di dunia.
Fosil Homo sapiens di Indonesia ditemukan di Wajak, dekat Tulungagung, Jawa Timur, oleh Von Rietschoten pada tahun 1889. Fosil ini merupakan fosil pertama yang ditemukan di Indonesia, yang diberi nama Homo Wajakensis atau insan dari Wajak. Fosil ini kemudian diteliti ulang oleh Eugene Dubois. Manusia purba ini mempunyai tinggi tubuh 130-210 cm, berat tubuh 30-150 kg, dan volume otak 1350-1450 cc. Homo Wajakensis diperkirakan hidup antara 25.000 – 40.000 tahun yang lalu. Homo Wajakensis
memiliki persamaan dengan orang Australia purba (Austroloid).
Sebuah tengkorak kecil dari seorang wanita, sebuah rahang bawah, dan sebuah rahang atas dari insan purba itu sangat ibarat dengan insan purba ras Australoid purba yang ditemukan di Talgai dan Keilor yang rupanya mendiami tempat Irian dan Australia.
Di Asia Tenggara ditemukan pula insan purba jenis ini di antaranya di Serawak, Filipina, dan Cina Selatan. Berdasarkan penemuan-penemuan fosil tersebut, timbul pertanyaan yang mendasar: apakah Homo sapiens (manusia modern, seperti kita) merupakan kelanjutan dari insan Pithecanthropus (manusia kera)? Apakah keduanya masih dalam satu spesies yang sama? Pertanyaan-pertanyaan tersebut belum sanggup dijawab
oleh para hebat sebab tidak adanya mata rantai yang sanggup menghubungkan ”benang merah” antarkeduanya. Sedangkan agama monotheis (Islam, Kristen, Yahudi) menyatakan bahwa manusia (homo sapiens) merupakan keturunan Nabi Adam dan tidak ada sangkut pautnya dengan insan purba manapun.
a. Meganthropus Paleojavanicus
Manusia purba jenis ini hidup pada masa paleolitikum. Meganthropus paleojavanicus artinya manusia-Jawa purba yang bertubuh besar (mega). Manusia purba ini diyakini merupakan makhluk tertua yang pernah hidup di Pulau Jawa. Mereka diperkirakan hidup sekitar 1–2 juta tahun yang lalu. Fosil rahang bawah dan rahang atas insan purba ini ditemukan oleh Von Koenigswalg di Sangiran pada tahun 1936 dan 1941. Von Koenigswalg menemukan bahwa Meganthropus ini mempunyai rahang bawah yang tegap dan geraham yang besar, tulang pipi tebal, tonjolan kening yang mencolok dan tonjolan belakang kepala yang tajam serta sendi-sendi yang besar. Melihat kondisi fisiknya disimpulkan bahwa Meganthropus ini pemakan tumbuh-tumbuhan.
b. Pithecanthropus
Pithecanthropus artinya insan kera, hidup di zaman Paleolitikum. Fosil ini pertama kali ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1891, yakni pecahan rahang, gigi dan sebagian tulang tengkorak. Manusia monyet ini berjalan tegak dengan dua kaki, dan diperkirakan hidup pada 700.000 tahun yang lalu. Dubois menemukan fosil Pithecanthropus di Trinil tempat Ngawi pada saat Sungai Bengawan Solo sedang kering, kemudian fosil tersebut dinamai Pithecanthropus erectus, artinya insan monyet yang berjalan tegak. Sekarang, nama ilmiah insan purba Pithecanthropus erectus dikenal dengan nama Homo erectus. Pithecanthropus
memiliki ciri-ciri tinggi tubuh antara 165-180 cm, volume otak antara 750-1300 cc dan berat tubuh 80-100 kg.
Dalam beberapa sumber penelitian diperkirakan Pithecanthropus yakni insan purba yang pertama kalinya mengenal api sehingga terjadi perubahan contoh memperoleh makanan yang semula mengandalkan makanan dari alam menjadi contoh berburu dan menangkap ikan.
Peralatan yang telah ditemukan pada tahun 1935 oleh Von Koenigswalg di tempat Pacitan tepatnya di tempat Punung adalah kapak genggam atau chopper (alat penetak) dan kapak perimbas. Kapak genggam dan kapak perimbas sangat cocok digunakan untuk berburu. Manusia purba yang memakai kapak genggam hampir merata di seluruh Indonesia, di antaranya di Pacitan, Sukabumi, Ciamis, Gombong, Lahat, Bengkulu, Bali, Flores dan Timor. Di tempat Ngandong dan Sidoarjo ditemukan pula alatalat dari tulang, watu dan tanduk rusa dalam bentuk mata panah, tombak, pisau dan belati. Di bersahabat Sangiran ditemukan alat-alat berukuran kecil yang terbuat dari batu-batu indah yang bernama flakes (serpihan).
Manusia monyet (Pithecanthropus) jenis lain yang berhasil ditemukan antara lain:
(1) Pithecanthropus mojokertensis atau insan monyet dari Mojokerto, ditemukan di tempat Perning, Mojokerto, pada 1936 – 1941 oleh Von Keonigswalg. Fosil yang ditemukan berupa tengkorak bawah umur berusia sekitar 6 tahun. Walaupun ditemukan lebih muda dari Pithecanthropus erectus oleh Dubois,
fosil Pithecanthropus mojokertensis ditafsir merupakan jenis manusia purba yang lebih renta usianya dibandingkan dengan yang lain.
(2) Pithecanthropus soloensis atau insan monyet dari Solo, ditemukan di tempat Ngandong, di lembah Sungai Bengawan Solo, antara tahun 1931-1934. Fosil inovasi Von Keonigswalg dan Weidenreich ini berupa 11 buah fosil tengkorak, tulang rahang, dan gigi.
Fosil pithecanthropus ditemukan pula di Cina, tepatnya di gua Chou-ku-tien bersahabat Beijing. Fosil ini ditemukan oleh ilmuwan Cina, Pei Wen-Chung, dan fosil itu dinamai Sinanthropus Pekinensis. Sinanthropus pun mempergunakan perkakas watu yang sejenis dengan perkakas watu dari Pacitan.
(Lembah Sangiran, situs peninggalan Meganthropus Paleojavanicus)
c. Homo sapiens
Homo sapiens merupakan insan purba modern yang memiliki bentuk tubuh yang sama dengan insan sekarang. Homo sapiens disebut pula insan berbudaya sebab peradaban mereka cukup tinggi. Dibandingkan dengan insan purba sebelumnya, Homo sapiens lebih banyak meninggalkan benda-benda berbudaya. Diduga, mereka inilah yang menjadi nenek moyang bangsa-bangsa di dunia.
Fosil Homo sapiens di Indonesia ditemukan di Wajak, dekat Tulungagung, Jawa Timur, oleh Von Rietschoten pada tahun 1889. Fosil ini merupakan fosil pertama yang ditemukan di Indonesia, yang diberi nama Homo Wajakensis atau insan dari Wajak. Fosil ini kemudian diteliti ulang oleh Eugene Dubois. Manusia purba ini mempunyai tinggi tubuh 130-210 cm, berat tubuh 30-150 kg, dan volume otak 1350-1450 cc. Homo Wajakensis diperkirakan hidup antara 25.000 – 40.000 tahun yang lalu. Homo Wajakensis
memiliki persamaan dengan orang Australia purba (Austroloid).
Sebuah tengkorak kecil dari seorang wanita, sebuah rahang bawah, dan sebuah rahang atas dari insan purba itu sangat ibarat dengan insan purba ras Australoid purba yang ditemukan di Talgai dan Keilor yang rupanya mendiami tempat Irian dan Australia.
Di Asia Tenggara ditemukan pula insan purba jenis ini di antaranya di Serawak, Filipina, dan Cina Selatan. Berdasarkan penemuan-penemuan fosil tersebut, timbul pertanyaan yang mendasar: apakah Homo sapiens (manusia modern, seperti kita) merupakan kelanjutan dari insan Pithecanthropus (manusia kera)? Apakah keduanya masih dalam satu spesies yang sama? Pertanyaan-pertanyaan tersebut belum sanggup dijawab
oleh para hebat sebab tidak adanya mata rantai yang sanggup menghubungkan ”benang merah” antarkeduanya. Sedangkan agama monotheis (Islam, Kristen, Yahudi) menyatakan bahwa manusia (homo sapiens) merupakan keturunan Nabi Adam dan tidak ada sangkut pautnya dengan insan purba manapun.
(Tengkorak Homo Sapiens)
(bse sejarah oleh Hendrayana)