Usai ujian final semester, Martin seorang guru mata pelajaran sibuk menyiapkan nilai para siswanya. Selain nilai akademis, ia memberi evaluasi terkait pencapaian non-akademis para siswa di sekolah.
Lembaga pendidikan daerah ia mengampu di Jakarta Selatan memang mengadaptasi kurikulum pelajaran internasional. Penilaian seorang siswa di sekolah itu dilakukan tak semata menurut nilai akademis.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 perihal Penguatan Pendidikan Karakter. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sampai sekarang masih menyiapkan Peraturan Menteri (Permen) terkait kegiatan itu.
Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, salah satu wujud kasatmata pendidikan abjad di sekolah ialah dengan berbagi minat dan talenta siswa.
Oleh alasannya itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana mewajibkan semua sekolah menerbitkan rapor dengan nilai ganda yang bisa diterapkan mulai 2018.
Para guru nantinya akan memberi laporan nilai akademis dan pengembangan kepribadian siswa.
"Rapor ini memaksa guru untuk scouting, mencari minat dan talenta dari anak itu," kata Muhadjir dalam Forum Merdeka Barat 9 di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Rabu (30/8/2017).
Selama ini, seorang siswa dianggap berprestasi di sekolah bila nilai akademisnya gemilang. Pemerintah berharap sekolah, utamanya para guru, mulai menghilangkan penyeragaman itu.
Howard Gardner, seorang profesor psikologi dari Harvard University mengemukakan teori kecerdasan jamak (multiple intelligence).
Gardner mengidentifikasi sejumlah kecerdasan yakni musical/rhythmic intelligence bodily/kinesthetic intelligence, logical/mathematical intelligence, visual/spatial intelligence, verbal/linguistic intelligence, interpersonal intelligence, dan intrapersonal intelligence. Dalam perkembangannya ada satu jenis kecerdasan aksesori yakni naturalistic intelligence.
Pendidikan intinya merupakan suatu proses pengembangan potensi individu. Melalui pendidikan, potensi yang dimiliki oleh individu akan diubah menjadi kompetensi.
Sementara, kompetensi mencerminkan kemampuan dan kecakapan individu dalam melaksanakan suatu kiprah atau pekerjaan.
Tugas pendidik atau guru dalam hal ini ialah memfasilitasi anak didik sebagai individu untuk sanggup berbagi potensi yang dimikili tiap siswa menjadi kompetensi, sesuai dengan cita-citanya.
Oleh alasannya itu, proses pendidikan dan pembelajaran yang berlangsung di sekolah harus berorientasi kepada invidu akseptor didik.
Penerapan pendidikan abjad juga tak mesti dilakukan semua oleh sekolah jikalau memiliki
keterbatasan sumber daya. Sekolah bisa saja bekerja sama dengan forum lokal yang letaknya tak jauh dari gedung pendidikan.
Misalnya, ada sekolah yang bersahabat dengan daerah kursus tari, maka sekolah sanggup memanfaatkan daerah kursus itu sebagai wadah berbagi minat dan talenta siswanya.
"Biar sekolah itu menjadi pusat belajar, dan lingkungan sekitar dijadikan sumber-sumber belajar," ujar Muhadjir.
Demikian pula bila sekolah itu bersahabat dengan daerah latihan sepak bola, maka sekolah itu sanggup berbagi talenta bermain bola siswanya.
Muhadjir mengaku bermimpi Indonesia bisa memiliki satu tim sepak bola yang berkualitas dunia dari hasil pencarian talenta siswa SD di seluruh sekolah.
Siswa-siswa yang berbakat sepak bola mesti digembleng dan diarahkan menurut minat dan bakatnya semenjak dini.
"Kami akan buat recruitment dan membibit para pemain bola mulai semenjak SD. Saya yakin kalau bawah umur itu mencar ilmu dari kecil, mendapat 11 pemain yang bisa mengalahkan Malaysia, Saya kira tidak sulit," tuturnya.
Prestasi non-akademik menyerupai ini dibutuhkan sanggup menjadi portofolio siswa-siswi tersebut untuk masuk ke perguruan tinggi maupun dunia kerja.
“Dengan pendidikan karakter, setiap anak ialah istimewa, punya keunikan yang tidak bisa disamaratakan," katanya.
Sumber : http://edukasi.kompas.com-penguatan-pendidikan-karakter-tak-melulu-soal-akademis
EmoticonEmoticon