Ibu Suraidah Seseorang Yang Mengajarkan Nasionalisme Belum Dewasa Di Perbatasan


Indonesia sudah merdeka selama 72 tahun. Namun, belum semua anak bangsa merdeka dari keterbelakangan, khususnya di bidang pendidikan. Seperti yang dialami bawah umur perbatasan di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara.Mereka belum mendapat pendidikan yang layak, bahkan tidak mendapat hak identitas sebagai warga negara. "Mereka bawah umur dari TKI kebun sawit yang bekerja di Malaysia. Mereka tidak punya akte kelahiran, KTP. Anak terlantar," ujar Suraidah (64).

Bidan yang pernah menjadi dosen di Akademi Keperawatan dan Kebidanan, Universitas Hasanuddin Makassar ini berinisiatif membangun Yayasan Ar-Rasyid untuk membantu menawarkan pendidikan bagi bawah umur setempat.

 
"Perjuangan untuk anak sanggup sekolah sungguh luar biasa. Di sana mereka tidak mengenal lagu Indonesia Raya atau seputar besarnya bangsa sehingga aku berusaha bagaimana caranya mereka kembali menikmati negara ini untuk mengenal Indonesia dan Pancasila," ungkapnya menambahkan.
Suraidah mulai membangun sekolah Yayasan Ar-Rasyid yang mencakup PAUD, Madrasah Diniyah, dan Madrasah Ibtidaiyah pada 2012. Sekolah tersebut berlokasi di salah satu kolong rumah warga berukuran 6x9 meter, yang dihibahkan oleh masyarakat setempat.

Selain menawarkan pendidikan kewarganegaraan, Suraidah juga mengupayakan biar bawah umur didiknya mendapat kurikulum standar nasional juga pendidikan agama. Lantaran, berada di tempat perbatasan dengan Malaysia, beliau juga mengajukan surat permohonan ke konsulat Malaysia untuk mendapat izin pengadaan acara sekolah tersebut.

Suraidah mengatakan, awalnya muridnya hanya dua orang sebab kurangnya kesadaran pendidikan dari para orangtua. Namun, seiring berjalannya waktu muridnya terus bertambah sampai mencapai 104.

Penambahan itu, seiring dengan masuknya banyak sekali tunjangan dari swasta ibarat dari Pertamina EP pada Agustus 2015. "Bantuan Pertamina masuk September berupa seragam dan perlengkapan sekolah murid-murid. Sebelum Pertamina tunjangan tiba dari Yayasan Dompet Dhuafa," ungkapnya menjelaskan.

Menurut dia, tempat dimana ia tinggal itu belum dialiri listrik. Tak hanya itu, jalanan di wilayah tersebut juga masih rusak. "Orang sana mengenal bila jalan cantik itu berarti Malaysia, bila jalan buruk itu sudah masuk Indonesia. Kalau wilayah yang gelap itu masuk Indonesia, soalnya di wilayah Malaysia listrik sudah masuk," ungkapnya menambahkan.

Pada HUT RI 17 Agustus kemarin, Suraidah mendapat penghargaan nasional sebagai salah satu 72 Ikon Inspirator dari Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). "Saat pemberian Piagam ini pemerintah melalui UKP dan Megawati (Ketua Dewan Pengarah) menyampaikan akan membantu biar bawah umur tersebut mendapat haknya, baik pendidikan maupun identitasnya, ibarat akte kelahiran, KTP.

Sumber : www.viva.co.idKisah-suraidah-ajarkan-nasionalisme-anak-anak-di-perbatasan


EmoticonEmoticon