Socrates yakni filusuf Yunani yang hidup di pertengahan kala sebelum Masehi. Pada zaman yang hampir sama di Cina hidup filusuf lain, yaitu Kong zhu Chu.
Selain hidup pada zaman yang hampir sama, keduanya punya perhatian besar pada problem pendidikan dan kepemimpinan. Pemikiran dan gaya keduanya mempengaruhi sikap insan hingga dikala ini.
Kebudayaan dunia dikala ini secara garis besar bisa kita bagi dua, yaitu Barat dan Timur. Kebudayaan Barat dibangun dengan teladan pikir yang dibuat oleh model pendidikan Socrates. Adapun dunia Timur dibuat oleh pendidikan dengan model Confusian.
Pendidikan model Confusian berpusat pada guru. Dalam bahasa Cina guru adalah lao shi atau xian sheng. Keduanya bermakna orang yang lebih tua.
Guru yakni orang yang lebih tua, lebih berpengalaman, lebih berilmu, dan lebih bijak. Guru yakni ilmu itu sendiri. Segala yang dikatakan sang guru yakni sesuatu yang bersumber dari dirinya. Kata itu yakni guru itu sendiri.
Dalam model Socrates tugas guru tidak sangat sentral. Ia hanya mengajak orang untuk berpikir dan melaksanakan eksplorasi. Ia mengajarkan beberapa hal, sebagai pembuka jalan dan penuntun dalam berpikir. Pemikiran dilakukan sendiri oleh para pelajar.
Konsekuensinya, isu yang dihasilkan, bukan milik sang guru, tidak menempel pada dirinya. Informasi yakni sesuatu yang dihasilkan oleh pikiran siapa saja.
Dua model itulah yang membedakan sekolah-sekolah kita dengan sekolah-sekolah Barat. Sekolah kita berpusat pada guru sebagai pengajar, murid mendengar, memahami, dan mengingatnya.
Secara umum, yang aktif yakni guru, murid cukup pasif saja. Hasil pendidikan diukur dengan seberapa banyak murid sanggup menyerap isu yang sudah disampaikan oleh guru.
Adapun pada sekolah-sekolah Barat yang menggunakan model Socrates, guru berfungsi hanya sebagai fasilitator. Informasi digali bersama. Hasil pendidikan tidak hanya diukur dengan berapa banyak isu yang dserap pelajar, tapi lebih ditekankan pada seberapa aktif dia.
Di Timur orang dilatih untuk mendengar, di Barat orang dilatih untuk bicara. Ini yang membentuk perbedaan cara komunikasi kita.
Kita, produk pendidikan Confusian cenderung pasif dalam berkomunikasi. Kita beropini jikalau diberi kesempatan. Jarang terjadi silang argumen yang tajam.
Dalam analogi, bisa kita ibaratkan mirip permainan golf. Dalam permainan golf, setiap orang menerima giliran, dan yang lain menghormati kesempatan itu tanpa mengusiknya.
Model komunikasi Barat sanggup kita ibaratkan dengan permainan rugby. Dalam permainan rugby, orang berebut bola. Berbagai cara dilakukan, semoga sanggup bola. Jadi, dalam berkomunikasi mereka akan berusaha sebanyak mungkin untuk bicara, menciptakan pendapat mereka didengar.
Ada lagi perbedaan lain. Komunikasi di dunia Barat dilakukan dengan format pesan low context. Makna pesan tertuang secara terang dalam setiap kata yang digunakan untuk mengirim pesan. Tanggung jawab penyampaian pesan ada pada pengirimnya.
Adapun di dunia Timur, pesan bersifat high context. Kandungan pesan sering kali tidak sekedar berada dalam deretan kata pembawa pesan, tapi sangat tergantung pada konteks dikala pesan disampaikan.
Tanggung jawab pemaknaan pesan ada pada penerima. Ia harus bisa menerjemahkan maksud pengirim pesan, dengan mendengar isi pesan dan sekaligus membaca konteksnya.
Hal lain yang tidak kalah penting, dalam sistem Confusian, isu bersumber dari guru. Informasi dan guru itu satu kesatuan. Menyanggah atau mempertanyakan isu sama artinya dengan menyanggah atau mempertanyakan guru.
Sementara itu, dalam sistem Socrates, isu tidak satu paket dengan guru. Informasi yakni produk di luar sang guru. Menyanggah atau mempertanyakan informasi, yakni sesuatu yang biasa dilakukan, tanpa menciptakan guru merasa dibantah.
Saya, meskipun dididik dengan gaya Confusian, tumbuh menjadi pelaku komunikasi bergaya Socrates.
Bagi saya biasa saja memberikan opini dengan blak-blakan dan tajam, serta menyasar tokoh-tokoh besar. Yang dikritik yakni gagasannya. Tapi harap dicatat, bahwa saya hanya membahas gagasan, bukan sosok.
Orang-orang yang menganut gaya Confusian akan gerah dengan gaya itu. Mereka menganggapnya sebagai serangan eksklusif kepada sang tokoh, dan bahkan menganggapnya pelecehan.
sumber :kompas.com [hasanudin abdurakhman]
EmoticonEmoticon