Tari Hiburan (Tari Sebagai Sarana Hiburan)

Jenis tari hiburan berbeda fungsi dan bentuknya dari tari upacara. Gerak yang menjadi sumber media ungkap tari, pada tari-tarian yang berfungsi sebagai tarian hiburan lahir ketika insan membutuhkan aktualisasi perasaan kebahagian, kegembiraan, atau hasrat. Dengan demikian, gerakan terlahir impulsif dari batin manusia. Gerakan yang berirama itu dilakukan untuk menghibur hati para penarinya sendiri.
      Pernahkah Anda merasa senang, misalnya, alasannya yakni memperoleh nilai manis ketika ujian? Bagaimana Anda mewujudkan kegembiraan itu? Apakah dengan berjingkrak-jingkrak histeris?
Ungkapan kegembiraan ibarat itu mungkin terjadi di sekitar kita. Dalam keseharian saja lisan kegembiraan kita sanggup demikian. Dalam karya seni tari, lisan semacam itu diungkapkan tidak hanya ketika Anda memperoleh perasaan senang. Kesedihan, bahkan tragedi, juga sanggup diekspresikan melalui gerak tari.
      Tari hiburan yaitu tarian yang merupakan lisan kegembiraan seseorang dan keterlibatan emosi penari ketika menari sangat besar. Penari tidak bergerak untuk dilihat. Geraknya tidak sengaja dibentuk sedemikian rupa, tetapi benar-benar terlahir alasannya yakni perasaan senang. Faktor keindahan bukanlah yang paling utama. Jenis tari ini secara umum dikuasai untuk dipergunakan pada program pertemuan atau perayaan sebagai media pergaulan yang bersifat sosial. Sejak gila tiba ke Indonesia, feodalisme menjadi salah satu faktor penyebab bagaimana kaum perempuan dieksploitasi alasannya yakni dianggap rendah.
      Demikian halnya yang terjadi pada seni tari. Pada ketika itu, tari memang menjadi sebuah hiburan, baik bagi para pejabat feodal, kaum bangsawan, maupun rakyat jelata.

a. Fungsi Tari Hiburan sebagai Media Pergaulan
      Tarian ini menjadi sebuah media dalam pergaulan, biasanya ditarikan berpasangan antara laki-laki dan wanita. Seperti halnya Tari Tayub, jenis tari pergaulan lainnya yang sering disajikan di lingkungan ningrat menjadikan kesan negatif alasannya yakni para penonton yang ikut menari sering bermabuk-mabukan pada ketika menari.
     Melihat kondisi tersebut, beberapa seniman tari Sunda (seperti Aom Doyot dan Raden Sambas Wirakusuma) merasa perlu segera memperlihatkan jalan untuk menertibkannya. Untuk itu, dibuatlah hukum main penyelenggaraan Tari Tayub. Cara penyajian Tari Tayub ini kemudian diarahkan biar lebih sopan,dengan cara yang unik. Mereka membuat sebuah wadah berupa diklat (pada masa itu disebut course) bagi siapa saja yang ingin mempelajarinya. Lambat laun orang lebih suka menyebut Tari Tayub ini dengan sebutan course.
      Setelah menerima sentuhan hukum berdasarkan norma masyarakat setempat, Tari Tayub mempunyai nilai estetis. Course diucapkan oleh pengecap bangsa Indonesia menjadi keurses, tidak lagi dipergunakan sebagai tari pergaulan. Namun demikian, tari hiburan ini tetap mengutamakan kespontanan gerakannya.
     Penari perempuan sebagai penari tetap, pada setiap pertunjukannya mengajak penonton untuk ikut serta menari bersama. Dengan bentuk penyajiannya yang melibatkan penonton itu, menjadikan tarian ini tidak mempunyai hukum yang baku. Kebebasan mengungkapkan kegembiraan antara penari dan penonton ini menjadikan kesan negatif di mata kaum intelektual alasannya yakni dianggap menyalahi norma-norma. Seperti masuknya unsur penonton yang mabuk-mabukan dan kurangnya adat atau sopan santun yang memagari penonton laki-laki yang ikut menari terhadap perempuan yang mengajak menari. Namun, perlahan-lahan pelaksanaannya mulai ditertibkan sehingga penyelenggaraan tari hiburan ini mengalami perubahan bentuk dan kedudukannya lebih terhormat sampai kini.

b. Tari Pergaulan dalam Bentuk Sajian Tari Berpasangan
     Jenis tari pergaulan di tempat lain yang disajikan secara berpasangan, kini telah menerima sentuhan artistik sehingga lebih tertib, ibarat Tari Joged Bumbung (Bali), Tari Rantak Kudo (Sumatra), Tari Gandrung dan Tari Seblang (Jawa Timur), Tari Lendo Ndao (Lombok), dan Tari Yosim Pancar (Papua). Beribu jenis tari lainnya yang tersebar di seluruh Nusantara berfungsi untuk hiburan.
  
c. Keunikan Busana pada Tari Hiburan
     Tari hiburan akan memperlihatkan kekhasan dilihat dari kostumnya dan alat musik pengiringnya. Orang-orang pantai yang hidup sebagai nelayan cenderung mengenakan kostum yang berwarna cerah dan terang. Hal ini sanggup dikaitkan dengan karakternya yang agak keras. Volume nada berbicara
mereka tinggi alasannya yakni harus bersaing dengan bunyi deburan ombak pantai. Namun, keadaan itu tidak mengurangi rasa kekeluargaan mereka. Keadaan sosio kultural ini membuat jenis tari hiburan di pesisir, termasuk mempunyai huruf lincah. Efek huruf ini diwujudkan dengan kostum warnawarni
dan desain sederhana, ibarat kain yang dililit, baju kebaya, epilog kepala, hiasan kepala, juga selendang yang dipergunakan sebagai properti untuk menari.
      Selendang dikenakan dengan cara disampirkan di bahu penari wanita. Selain sebagai busana, adakala selendang juga dijadikan alat untuk menarik penonton ke arena untuk menari bersama. Di tempat lain, adakala pada ketika pementasan sebuah tari hiburan, suasananya sering kali dibumbui keributan. Demikian itu terjadi jikalau salah satu penonton tidak berkesempatan menari bersama salah satu penari yang disebut ronggeng (di Jawa Barat). Penari topeng ibarat itu disebut,
ledhek (di Jawa Timur) dan janger (di Bali).
     Kekhasan lain tari hiburan yang tumbuh di tempat agraris, pertanian, bercocok tanam, atau perkebunan yakni dipengaruhi kekuasaan kaum feodal, yang membuat rakyat patuh, harus mengikuti seruan para pejabat untuk menari di kalangan ningrat dan kaum feodal yang cenderung
mengarah ke pertunjukan erotis. Busana tari yang dikenakan merupakan cara berpakaian sehari-hari, ibarat baju kebaya lengan panjang, kain yang dililit semata kaki, atau baju atasan sebatas dada yang disebut apok (Sunda) atau ampok (Bali), sedangkan untuk zaman kini disebut bustier. Tari-tariannya lebih didominasi kaum hawa.


EmoticonEmoticon