Teater melayu sangat beraneka ragam jenisnya, diberbagai tempat teater melayu menjadi ikon yang menjadi ciri khas kawasan masing-masing. Berikut ini yaitu tiga teladan teater melayu yang ada diindonesia.
a. Teater Dulmuluk dari Sumatera Selatan
Salah satu teater melayu yaitu teater dumuluk, banyak sekali versi mengenai asal muasal Dulmuluk. Ada beberapa versi ihwal sejarah teater tradisional yang berkembang di Sumatera Selatan itu. Satu versi yang sering disebut-sebut, teater ini bermula dari syair Raja Ali Haji, sastrawan yang pernah bermukim di Riau dan terkenal dengan Gurindam 12. Salah satu syair Raja Ali Haji diterbitkan dalam buku Kejayaan Kerajaan Melayu. Karya yang mengisahkan Raja Abdul Muluk itu terkenal dan menyebar di banyak sekali kawasan Melayu, termasuk Palembang. Versi lain menyebutkan, seorang pedagang keturunan Arab, Wan Bakar, membacakan syair ihwal Abdul Muluk di sekitar rumahnya di Tangga Takat, 16 Ulu. Acara tersebut menarik minat dan perhatian masyarakat sehingga mereka tiba berkerumun. Agar lebih menarik, pembacaan syair kemudian disertai dengan peragaan oleh beberapa orang, ditambah iringan musik.
Pertunjukan teater melayu itu mulai dikenal sebagai Dulmuluk pada awal kala ke-20. Pada masa penjajahan Jepang semenjak tahun 1942, seni rakyat itu berubah menjadi teater tradisi yang dipentaskan di atas panggung. Kelompok teater kemudian bermunculan dan Dulmuluk tumbuh dan digemari masyarakat. Pertunjukan Dulmuluk menjadi menarik alasannya yaitu menampilkan unsur-unsur teater yang lengkap. Ada cerita, syair, lagulagu Melayu, dan lawakan. Lawakan pada pertunjukan Dulmuluk sering mengangkat dan menertawakan ironi kehidupan sehari-hari masyarakat ketika itu. Pertunjukan Dulmuluk selalu dibawakan secara impulsif dan menghibur, bahkan penonton juga sanggup merespons percakapan di atas panggung. Bahasa yang dipakai yaitu bahasa Melayu dan bahasa Palembang.
b. Teater Mendu dari Kepulauan Riau
Contoh teater melayu yang kedua yaitu teater mendu, Mendu yaitu sebuah kesenian yang menyebar ke banyak sekali tempat di kawasan yang disebut sebagai Pulau Tujuh, yakni: Bunguran Timur (Ranai dan Sepempang), Siantan (Terempa dan Langi), dan Midai di Natuna Provinsi Kepulauan Riau. Mendu yaitu seni pertunjukan yang unik. Keunikannya yaitu dongeng yang dimainkan tanpa naskah, sehingga para pemain harus hafal benar alur ceritanya di luar kepala. Dialog-dialognya disampaikan dengan tarian dan nyanyian yang diiringi dengan musik yang khas, adonan dari suara gong, gendang, beduk, biola, dan kaleng. Sementara itu, lagu-lagu yang dinyanyikan adalah: Air Mawar, Jalan Kunon, Ilang Wayat, Perang, Beremas, Ayuhai, Tale Satu, Pucok Labu, Sengkawang, Nasib, Numu Satu Serawak, Setanggi, Burung Putih, Wakang Pecah, Mas Merah, Indar Tarik Lembu, Numu Satu, Lemak Lamun, Lakau, dan Catuk. Sedangkan tarian-tariannya adalah: Air Mawar, Lemak Lamun, Lakau, Ladun, Jalan Runon, dan Baremas.
Cerita yang dimainkan yaitu Hikayat Dewa Mendu yang diangkat dari dongeng rakyat masyarakat Bunguran-Natuna. Cerita itu terbagi dalam tujuh episode. Ketujuh episode tersebut sebagai berikut.
1. Episode pertama, menceritakan kehidupan di kayangan dan turunnya Dewa Mendu dan Angkara Dewa ke dunia yang fana.
2. Episode kedua, menceritakan berpisahnya Dewa Mendu dengan Siti Mahdewi akhir perbuatan jin jahat yang diutus oleh Maharaja Laksemalik.
3. Episode ketiga, menceritakan perjalanan Siti Mahdewi, kelahiran anaknya yang kemudian diberi nama Kilan Cahaya, dan perjumpaannya dengan Nenek Kabayan.
4. Episode keempat, mengisahkan ihwal perjalanan Dewa Mendu yang kemudian hingga di sebuah kerajaan yang rajanya berjulukan Bahailani.
5. Episode kelima, menceritakan perjalanan Dewa Mendu ke sebuah kerajaan yang rajanya berjulukan Majusi.
6. Episode keenam, menceritakan perjalanan Dewa Mendu ke sebuah kerajaan yang rajanya berjulukan Firmansyah.
7. Episode ketujuh, mengisahkan bagaimana Dewa Mendu bertemu dengan Kilan Cahaya yang diawali dengan perkelahian antarkeduanya.
Cerita Dewa Mendu ini sanggup dimainkan dalam beberapa versi, namun inti ceritanya tetap sama.
Tokoh-tokoh dalam seni pertunjukan Mendu, di samping Dewa Mendu adalah: Angkara Dewa, Siti Mahdewi, Maharaja Laksemalik, Kilan Cahaya, Nenek Kebayan, Raja Bahailani, Raja Majusi, Raja
Firmansyah, Raja Beruk, dan tokoh-tokoh pendukung lainnya yang jenaka menyerupai Tuk Mugok dan Selamat Salabe. Kedua tokoh ini menyerupai tokoh Punakawan dalam pewayangan yaitu sebagai humoris dalam dongeng Mendu. Oleh alasannya yaitu itu, mereka menjadi bab yang penting dan sangat disenangi oleh penonton.
Bahasa yang dipergunakan dalam berdialog yaitu bahasa Mendu dan bahasa Melayu sehari-hari masyarakat pendukungnya. Bahasa Mendu dipakai oleh para tokoh utama, sedangkan bahasa Melayu sehari-hari dipakai oleh tokoh-tokoh lainnya, seperti: jin, dayang, dan tugas pembantu lainnya.
c. Teater Mamanda dari Kalimantan
Seni teater melayu tradisional masyarakat Kutai disebut Mamanda. Istilah Mamanda diduga berasal dari istilah pamanda atau paman. Kata tersebut dalam suatu lakon merupakan panggilan raja yang ditujukan kepada menteri, wajir atau mangkubuminya dengan sebutan pamanda menteri,
pamanda wajir, dan pamanda mangkubumi. Karena seringnya kata pamanda diucapkan dalam setiap pertunjukan, maka istilah tersebut menjadi julukan bagi seni pertunjukan itu sendiri. Seni teater tradisional Mamanda merupakan salah satu seni pertunjukan teater melayu yang terkenal di Kutai di masa lalu. Kesenian ini selalu dipertunjukkan pada setiap perayaan hari nasional, pada program perkawinan, khitanan, dan sebagainya.
Mamanda merupakan salah satu jenis hiburan yang disenangi masyarakat. Ada dua pakem dongeng yang dipakai dalam Mamanda yaitu jalan dongeng yang disajikan dalam Mamanda yaitu ihwal sebuah kerajaan, maka pertunjukan Mamanda tersebut menyerupai dengan Kethoprak. Namun, jikalau yang dipertunjukan yaitu dongeng rakyat biasa, maka pertunjukan Mamanda tersebut menyerupai dengan Ludruk. Dalam pertunjukannya, Mamanda selalu memakai dua jenis alat alat musik yakni gendang dan biola. Kesenian Mamanda sudah jarang dipentaskan secara terbuka. Namun pada Festival Erau di kota Tenggarong, kesenian Mamanda sering dipertunjukkan secara terbuka untuk mengisi salah satu mata program hiburan rakyat.
a. Teater Dulmuluk dari Sumatera Selatan
Salah satu teater melayu yaitu teater dumuluk, banyak sekali versi mengenai asal muasal Dulmuluk. Ada beberapa versi ihwal sejarah teater tradisional yang berkembang di Sumatera Selatan itu. Satu versi yang sering disebut-sebut, teater ini bermula dari syair Raja Ali Haji, sastrawan yang pernah bermukim di Riau dan terkenal dengan Gurindam 12. Salah satu syair Raja Ali Haji diterbitkan dalam buku Kejayaan Kerajaan Melayu. Karya yang mengisahkan Raja Abdul Muluk itu terkenal dan menyebar di banyak sekali kawasan Melayu, termasuk Palembang. Versi lain menyebutkan, seorang pedagang keturunan Arab, Wan Bakar, membacakan syair ihwal Abdul Muluk di sekitar rumahnya di Tangga Takat, 16 Ulu. Acara tersebut menarik minat dan perhatian masyarakat sehingga mereka tiba berkerumun. Agar lebih menarik, pembacaan syair kemudian disertai dengan peragaan oleh beberapa orang, ditambah iringan musik.
Pertunjukan teater melayu itu mulai dikenal sebagai Dulmuluk pada awal kala ke-20. Pada masa penjajahan Jepang semenjak tahun 1942, seni rakyat itu berubah menjadi teater tradisi yang dipentaskan di atas panggung. Kelompok teater kemudian bermunculan dan Dulmuluk tumbuh dan digemari masyarakat. Pertunjukan Dulmuluk menjadi menarik alasannya yaitu menampilkan unsur-unsur teater yang lengkap. Ada cerita, syair, lagulagu Melayu, dan lawakan. Lawakan pada pertunjukan Dulmuluk sering mengangkat dan menertawakan ironi kehidupan sehari-hari masyarakat ketika itu. Pertunjukan Dulmuluk selalu dibawakan secara impulsif dan menghibur, bahkan penonton juga sanggup merespons percakapan di atas panggung. Bahasa yang dipakai yaitu bahasa Melayu dan bahasa Palembang.
b. Teater Mendu dari Kepulauan Riau
Contoh teater melayu yang kedua yaitu teater mendu, Mendu yaitu sebuah kesenian yang menyebar ke banyak sekali tempat di kawasan yang disebut sebagai Pulau Tujuh, yakni: Bunguran Timur (Ranai dan Sepempang), Siantan (Terempa dan Langi), dan Midai di Natuna Provinsi Kepulauan Riau. Mendu yaitu seni pertunjukan yang unik. Keunikannya yaitu dongeng yang dimainkan tanpa naskah, sehingga para pemain harus hafal benar alur ceritanya di luar kepala. Dialog-dialognya disampaikan dengan tarian dan nyanyian yang diiringi dengan musik yang khas, adonan dari suara gong, gendang, beduk, biola, dan kaleng. Sementara itu, lagu-lagu yang dinyanyikan adalah: Air Mawar, Jalan Kunon, Ilang Wayat, Perang, Beremas, Ayuhai, Tale Satu, Pucok Labu, Sengkawang, Nasib, Numu Satu Serawak, Setanggi, Burung Putih, Wakang Pecah, Mas Merah, Indar Tarik Lembu, Numu Satu, Lemak Lamun, Lakau, dan Catuk. Sedangkan tarian-tariannya adalah: Air Mawar, Lemak Lamun, Lakau, Ladun, Jalan Runon, dan Baremas.
Cerita yang dimainkan yaitu Hikayat Dewa Mendu yang diangkat dari dongeng rakyat masyarakat Bunguran-Natuna. Cerita itu terbagi dalam tujuh episode. Ketujuh episode tersebut sebagai berikut.
1. Episode pertama, menceritakan kehidupan di kayangan dan turunnya Dewa Mendu dan Angkara Dewa ke dunia yang fana.
2. Episode kedua, menceritakan berpisahnya Dewa Mendu dengan Siti Mahdewi akhir perbuatan jin jahat yang diutus oleh Maharaja Laksemalik.
3. Episode ketiga, menceritakan perjalanan Siti Mahdewi, kelahiran anaknya yang kemudian diberi nama Kilan Cahaya, dan perjumpaannya dengan Nenek Kabayan.
4. Episode keempat, mengisahkan ihwal perjalanan Dewa Mendu yang kemudian hingga di sebuah kerajaan yang rajanya berjulukan Bahailani.
5. Episode kelima, menceritakan perjalanan Dewa Mendu ke sebuah kerajaan yang rajanya berjulukan Majusi.
6. Episode keenam, menceritakan perjalanan Dewa Mendu ke sebuah kerajaan yang rajanya berjulukan Firmansyah.
7. Episode ketujuh, mengisahkan bagaimana Dewa Mendu bertemu dengan Kilan Cahaya yang diawali dengan perkelahian antarkeduanya.
Cerita Dewa Mendu ini sanggup dimainkan dalam beberapa versi, namun inti ceritanya tetap sama.
Tokoh-tokoh dalam seni pertunjukan Mendu, di samping Dewa Mendu adalah: Angkara Dewa, Siti Mahdewi, Maharaja Laksemalik, Kilan Cahaya, Nenek Kebayan, Raja Bahailani, Raja Majusi, Raja
Firmansyah, Raja Beruk, dan tokoh-tokoh pendukung lainnya yang jenaka menyerupai Tuk Mugok dan Selamat Salabe. Kedua tokoh ini menyerupai tokoh Punakawan dalam pewayangan yaitu sebagai humoris dalam dongeng Mendu. Oleh alasannya yaitu itu, mereka menjadi bab yang penting dan sangat disenangi oleh penonton.
Bahasa yang dipergunakan dalam berdialog yaitu bahasa Mendu dan bahasa Melayu sehari-hari masyarakat pendukungnya. Bahasa Mendu dipakai oleh para tokoh utama, sedangkan bahasa Melayu sehari-hari dipakai oleh tokoh-tokoh lainnya, seperti: jin, dayang, dan tugas pembantu lainnya.
c. Teater Mamanda dari Kalimantan
Seni teater melayu tradisional masyarakat Kutai disebut Mamanda. Istilah Mamanda diduga berasal dari istilah pamanda atau paman. Kata tersebut dalam suatu lakon merupakan panggilan raja yang ditujukan kepada menteri, wajir atau mangkubuminya dengan sebutan pamanda menteri,
pamanda wajir, dan pamanda mangkubumi. Karena seringnya kata pamanda diucapkan dalam setiap pertunjukan, maka istilah tersebut menjadi julukan bagi seni pertunjukan itu sendiri. Seni teater tradisional Mamanda merupakan salah satu seni pertunjukan teater melayu yang terkenal di Kutai di masa lalu. Kesenian ini selalu dipertunjukkan pada setiap perayaan hari nasional, pada program perkawinan, khitanan, dan sebagainya.
Mamanda merupakan salah satu jenis hiburan yang disenangi masyarakat. Ada dua pakem dongeng yang dipakai dalam Mamanda yaitu jalan dongeng yang disajikan dalam Mamanda yaitu ihwal sebuah kerajaan, maka pertunjukan Mamanda tersebut menyerupai dengan Kethoprak. Namun, jikalau yang dipertunjukan yaitu dongeng rakyat biasa, maka pertunjukan Mamanda tersebut menyerupai dengan Ludruk. Dalam pertunjukannya, Mamanda selalu memakai dua jenis alat alat musik yakni gendang dan biola. Kesenian Mamanda sudah jarang dipentaskan secara terbuka. Namun pada Festival Erau di kota Tenggarong, kesenian Mamanda sering dipertunjukkan secara terbuka untuk mengisi salah satu mata program hiburan rakyat.
EmoticonEmoticon