Proto Melayu Dan Deutro Melayu (Melayu Bau Tanah Dan Melayu Muda)

       Berdasarkan kesimpulan Kern bahwa nenek-moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Campa di Vietnam Utara (Tonkin), Kamboja, dan Kochin Cina (Indocina). Namun, sebelum mereka tiba di Kepulauan Indonesia, di Indonesia sendiri telah ada bangsa yang lebih dulu berdiam. Bangsa tersebut berkulit hitam dan
berambut keriting (ras Negrito). Hingga kini bangsa tersebut mendiami Indonesia cuilan timur pedalaman dan sebagian Australia. Jadi, bergotong-royong bangsa berkulit hitam inilah yang merupakan penduduk orisinil Indonesia.
       Sementara itu, sekitar tahun 1.500 SM, bangsa dari Campa terdesak oleh bangsa lain yang lebih besar lengan berkuasa yang tiba dari Asia Tengah (sekitar Mongol). Bangsa yang terdesak ini kemudian bermigrasi ke Kamboja dan meneruskannya ke Semenanjung Malaka. Dari Malaka, mereka melanjutkan pelariannya ke daerah Sumatera, Kalimantan, Jawa, Filipina. Yang di Filipina kemudian melanjutkan perjalanannya ke Sulawesi dan Maluku. Selanjutnya, mereka yang mendiami wilayah Indonesia membentuk komunitas masing-masing. Mereka berkembang menjadi suku-suku tersendiri, menyerupai Aceh, Batak, Padang, Palembang, di Sumatera; Sunda dan Jawa di Pulau Jawa; Dayak di Kalimantan, Minahasa, Bugis, Toraja, Makassar di Sulawesi; Ambon di Maluku. Sedangkan mereka yang bercampur dengan bangsa orisinil yang berkulit hitam menjelma suku-suku tersendiri, menyerupai di Flores.
       Selain teori di atas, ada pendapat yang menyatakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia ialah orang-orang Melayu.
Bangsa Melayu ini telah mendiami Indonesia cuilan barat dan Semenanjung Melayu (Malaysia) semenjak dulu. Para jago membagi dua bangsa Melayu ini: Proto Melayu atau Melayu Tua dan Deutro Melayu atau Melayu Muda.
1. Melayu Tua (Proto Melayu)
    Bangsa Melayu Tua ini memasuki wilayah Indonesia sekitar tahun 1.500 hingga 500 SM. Mereka masuk melalui dua rute: jalan barat dan jalan timur. Jalan barat ialah melalui Semenanjung Melayu kemudian terus ke Sumatera dan selanjutnya menyebar ke seluruh Indonesia. Sementara jalan timur ialah melalui Kepulauan Filipina terus ke Sulawesi dan kemudian tersebar ke seluruh Indonesia. Para jago memperkirakan bahwa bangsa Melayu Tua ini peradabannya satu tingkat lebih tinggi dibandingkan dengan insan purba yang ada di Indonesia. Orang-orang Melayu Tua ini berkebudayaan Batu Muda (Neolitikum). Benda-benda buatan mereka masih memakai kerikil namun telah sangat halus. Kebudayaan kapak persegi dibawa bangsa Proto Melayu melalui jalan barat, sedangkan kebudayaan kapak lonjong melalui jalan timur. Sebagian dari mereka ada yang bercampur dengan ras kulit hitam.
       Pada perkembangan selanjutnya, mereka terdesak ke arah timur lantaran kedatangan bangsa Melayu Muda. Keturunan Proto Melayu ini hingga kini masih berdiam di Indonesia cuilan timur, menyerupai di Dayak, Toraja, Mentawai, Nias, dan Papua. Sementara itu, bangsa kulit gelap (Ras Negrito) yang tidak mau bercampur dengan bangsa Proto Melayu kemudian berpindah ke pedalaman atau pulau terpencil supaya terhindar dari pertemuan dengan suku atau bangsa lain yang mereka anggap sebagai “peganggu”. Keturunan
mereka hingga kini masih sanggup dilihat meski populasinya sedikit, antara lain orang Sakai di Siak, orang Kubu di Palembang, dan orang Semang di Malaka.

(Orang Mentawai di Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai, sebelah selatan Sumatera. Diduga orang Mentawai dan Nias merupakan penduduk yang lebih dahulu mendiami wilayah Indonesia dibanding masyarakat Indonesia lain.)
 

2. Melayu Muda (Deutro Melayu)
    Bangsa Melayu Muda memasuki daerah Indonesia sekitar 500 SM secara bergelombang. Mereka masuk melalui jalur barat, yaitumelalui daerah Semenanjung Melayu terus ke Sumatera dan tersebar ke wilayah Indonesia yang lain. Kebudayaan mereka lebih maju daripada bangsa Proto Melayu. Mereka telah pandai menciptakan benda-benda logam (perunggu). Kepandaian ini lalu menjelma menciptakan besi. Kebudayaan Melayu Muda ini sering disebut kebudayaan Dong Son. Nama Dong Son ini diadaptasi dengan nama daerah di sekitar Teluk Tonkin (Vietnam) yang banyak ditemukan benda-benda peninggalan dari logam. Daerah Dong Son ini ditafsir sebagai tempat asal bangsa Melayu Muda sebelum pergi menuju Indonesia. Hasil-hasil kebudayaan perunggu yang ditemukan di Indonesia di antaranya
adalah kapak corong (kapak sepatu), nekara, dan ember perunggu.
       Benda-benda logam ini umumnya terbuat dari tuangan (cetakan). Keturunan bangsa Deutro Melayu ini selanjutnya menjelma suku-suku tersendiri, contohnya Melayu, Jawa, Sunda, Bugis, Minang, dan lain-lain. Kern menyimpulkan hasil penelitian bahasa yang tersebar di Nusantara adalah serumpun lantaran berasal dari bahasa Austronesia Perbedaan bahasa yang terjadi di daerah-daerah Nusantara menyerupai bahasa
Jawa, Sunda, Madura, Aceh, Batak, Minangkabau, dan lainlainnya, merupakan jawaban dari keadaan alam Indonesia sendiri yang dipisahkan oleh bahari dan selat.
       Di samping dipisahkan oleh selat dan samudera, perbedaan bahasa pun disebabkan lantaran setiap pulau di Indonesia memiliki karakteristik alam yang berbeda-beda. Semula bahasa bangsa Deutro Melayu ini sama, namun sehabis menetap di tempat masing-masing mereka pun menyebarkan bahasa tersendiri. Kosakata yang dulu digunakan dan masih diingat tetap digunakan, sedangkan untuk menamai benda-benda yang gres dilihat di tempat tinggal yang gres (Indonesia) mereka menciptakan kata-kata mereka sendiri. Jadi, jangan heran, kalau ada sejumlah kata yang terkadang sama bunyinya di antara dua suku namun memiliki arti yang berbeda sama sekali, tak ada hubungan. Ada pula kata yang mempunyai arti yang masih bekerjasama meski tak identik, menyerupai kata “awak”. Kata awak bagi orang Minang berarti “saya”, sedangkan berdasarkan orang Sunda berarti “badan”. 

       Selanjutnya, bangsa Melayu Muda inilah yang berhasil menyebarkan peradaban dan kebudayaan yang lebih maju daripada bangsa Proto Melayu dan bangsa Negrito yang menjadi penduduk di pedalaman. Hingga kini keturunan bangsa Proto Melayu dan Negrito masih bermasyarakat secara sederhana, mengikuti teladan moyang mereka, dan kurang bersentuhan dengan budaya luar menyerupai India, Islam, dan Eropa. Sedangkan bangsa Deutero Melayu bisa berasimilasi dengan kebudayaan HinduBudha, Islam, dan Barat.
(bse sejarah oleh Hendrayana)
Baca juga : Teori Asal-Usul Manusia Indonesia


EmoticonEmoticon