Showing posts sorted by relevance for query kepercayaan-animisme-dan-dinamisme-pada. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query kepercayaan-animisme-dan-dinamisme-pada. Sort by date Show all posts

Kepercayaan Animisme Dan Dinamisme (Pada Kurun Perundagian)

       Kepercayaan masyarakat pada masa perundagian merupakan kelanjutan dari masa bercocok tanam. Kepercayan berkembang sesuai dengan contoh pikir insan yang merasa dirinya mempunyai keterbatasan dibandingkan dengan yang lainnya. Anggapan ibarat ini memunculkan jenis kepercayaan: animisme dan dinamisme.
1) Animisme
Dalam kepercayaan animisme, insan mempunyai anggapan bahwa suatu benda mempunyai kekuatan supranatural dalam bentuk roh. Roh ini sanggup dipanggil dan diminta tunjangan pada dikala diperlukan. Mereka percaya akan halhal yang mistik atau kekuatan hebat. Kepercayaan terhadap majemuk roh dan makhluk halus yang menempati suatu daerah memunculkan acara menghormati atau memuja roh tersebut dengan cara berdoa dengan mantera dan memberi sesajen atau persembahan.
2) Dinamisme
    Kepercayaan dinamisme ini perpanjangan dari animisme. Roh atau makhluk halus yang diyakini berasal dari jiwa insan yang meninggal, lalu mendiami banyak sekali tempat, contohnya hutan belantara, lautan luas, gua-gua, sumur dalam, sumber mata air, persimpangan jalan, pohon besar, batu-batu
besar, dan lain-lain. Timbullah kepercayaan terhadap adanya kekuatan mistik yang sanggup menambah kekuatan seseorang yang masih hidup. Kekuatan yang timbul dari alam semesta inilah yang mengakibatkan kepercayaan dinamisme (dinamis berarti bergerak). Manusia purba percaya bahwa, misalnya, pada watu akik, tombak, keris, belati, anak panah, bersemayam kekuatan halus, sehingga alat-alat tersebut harus dirawat, diberi sesajen, dimandikan dengan air kembang
       Di lalu hari, kepercayaan-kepercayaan animisme dan dinamisme mendorong insan menemukan kekuatan yang lebih besar dari sekadar kekuatan roh dan makhluk halus dan alam. Masyarakat lambat laun, dari generasi ke generasi, meyakini bahwa ada kekuatan tunggal yang mendominasi kehidupan eksklusif mereka maupun kehidupan alam semesta. Kekuatan mistik tersebut diyakini mempunyai keteraturan sendiri yang tak sanggup diganggu-gugat, adalah aturan alam. Kepercayaan terhadap “Kekuatan Tunggal” ini lantas dihayati sebagai kekayaan batinspiritual sekaligus kekayaan kebudayaan. Kepercayaan animisme dan dinamisme ini lalu berkembang dan menyatu dengan kebudayaan Hindu-Buddha dan lalu Islam.

(bse sejarah oleh Hendrayana)

Tradisi Islam Nusantara (Seni Budaya Lokal Dan Tradisi Upacara Islam Di Nusantara)

Seni Budaya Lokal sebagai Bagian dari Tradisi Islam
    Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia bukan sebuah proses yang sekali jadi. Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia memerlukan tahap berliku dan waktu yang lama. Jalan berliku, rumit, dan panjang harus dilalui sampai hasilnya Islam sanggup berkembang dengan pesat di Nusantara. Islam di Indonesia dalam proses perkembangaannya sanggup berinteraksi dengan masyarakat dalam banyak sekali aspek kehidupan. Misalnya, kehidupan ekonomi, ilmu pengetahuan, hukum, dan banyak sekali aspek lainnya.
    Interaksi Islam dengan masyarakat melahirkan kebudayaan dan tradisitradisi yang bernapaskan Islam. Kebudayaan sanggup diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia. Kebudayaan mempunyai arti yang luas bukan hanya terpaku pada bidang seni, tetapi banyak sekali aspek kehidupan. Kebudayaan lokal sanggup diartikan dengan kebudayaan yang bersifat lokal dan berkembang di banyak sekali tempat dalam wilayah Nusantara. Oleh lantaran bersifat lokal, kebudayaan tersebut mempunyai ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh tempat lain. Luasnya wilayah Nusantara menjadikan budaya lokal yang berkembang di banyak sekali tempat sangat beragam.
    Budaya lokal yang ada di banyak sekali tempat Nusantara dalam perjalanannya akan bersentuhan dengan unsur-unsur luar. Misalnya kebudayaan animisme, dinamisme, Hindu, Buddha, dan Islam. Unsur dari luar tersebut memperlihatkan warna dan sentuhan-sentuhan pada budaya lokal. Sebagaimana kita ketahui bahwa sebelum agama Islam masuk, penduduk Nusantara mempercayai animisme dan dinamisme. Mereka menyembah pohon-pohon besar, roh nenek moyang, benda-benda tertentu yang dianggap keramat, dan beberapa benda lain. Kebiasaan tersebut semakin kental dengan masuknya agama Hindu dan Buddha ke tanah air.
    Masuknya Islam ke Nusantara menjadikan kepercayaan animisme dan dinamisme lambat laun memudar. Kebiasaan-kebiasaan tersebut mulai sirna dengan masuknya Islam yang mengajarkan bahwa hanya Allah Swt. yang berhak untuk disembah. Seiring dengan memudarnya kebiasaan-kebiasaan tersebut, Islam yang telah dipeluk oleh penduduk berinteraksi dengan kebudayaan yang menghasilkan kebudayaan Islam. Dengan demikian, kebudayaan Islam merupakan kebudayaan yang bernapaskan atau memuat nilai-nilai pedoman Islam.
    Aspek kebudayaan telah banyak terpengaruh oleh masuknya Islam ke Indonesia. Salah satunya yaitu bidang seni. Sentuhan budaya lokal dengan Islam telah melahirkan bentuk seni gres yang mempunyai kekhasan. Beberapa seni budaya lokal yang telah ada sebelum masuknya Islam menerima efek Islam. Seni gres tersebut selain berfungsi sebagai lisan keagamaan juga sebagai lisan budaya. Ada banyak seni budaya lokal yang mendapatkan banyak efek dari Islam. Salah satu buktinya yaitu gamelan di Jawa yang bunyinya berbeda dengan gamelan di Bali. Gamelan Jawa terdengar lebih pelan dan lembut. Hal ini disebabkan oleh efek Islam. Para wali yang berbagi Islam di Jawa mengakomodasi budaya lokal dengan sentuhan-sentuhan Islam. Gamelan di Bali dipergunakan sebagai iringan untuk persembahan kepada ilahi sehingga irama dan alunannya terdengar lebih cepat. Gamelan Jawa terdengar lebih lembut dan pelan sehingga pendengarnya sanggup bertafakur, berzikir, dan merenungi kekuasaan Allah Swt.
1. Tradisi Islam Pada Seni Arsitektur
    Bukti lain budaya lokal yang telah tersentuh oleh Islam yaitu seni arsitektur. Bangunan masjid menjadi bukti akulturasi budaya lokal dengan Islam. Arsitektur masjid agung Demak dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu dengan model bangunan Majapahit. Model tersebut berpadu dengan bentuk rumah tradisional Jawa. Kemiripan arsitektur masjid Demak dengan model bangunan Majapahit sanggup dilihat dari bentuk atapnya. Masjid Demak tidak mempunyai kubah yang merupakan ciri tempat ibadah umat Islam. Bentuk atapnya mengadopsi bentuk bangunan peribadatan agama Hindu. Hal ini merupakan upaya untuk membumikan masjid sebagai sentra penyebaran agama Islam di tengah masyarakat Hindu. Masjid Sunan Ampel di Jawa Timur berarsitektur Jawa Kuno dengan nuansa Arab yang kental. Masjid agung Banten mempunyai atap susun lima ibarat dengan pagoda di Cina. Sentuhan Islam terhadap seni arsitektur juga sanggup dilihat pada istana. Istana Pagaruyung, Istana Sultan Deli, Istana Kesultanan Ternate, dan Keraton Yogyakarta merupakan tumpuan perpaduan budaya lokal dengan Islam. Seni rupa tidak luput dari sentuhan Islam. Contohnya yaitu seni ukir. Ukiran yang ada di keraton atau masjid merupakan perpaduan budaya lokal dengan Islam. Ukiran yang ada di keraton atau masjid ada yang menggabungkan budaya lokal dengan seni kaligrafi. Kaligrafi yaitu seni menulis indah berbentuk abjad Arab. Ukiran tersebut ada juga yang berbentuk simbol dan mengandung pesan pedoman Islam. Bangunan masjid kudus juga menjadi bentuk dari perpaduan dari munculnya peradaban islam.
Seni Budaya Lokal sebagai Bagian dari Tradisi Islam Tradisi Islam Nusantara (Seni Budaya Lokal dan Tradisi Upacara Islam di Nusantara)
Perpaduan budaya lokal dengan Islam terlihat pada arsitektur masjid Kudus.
2. Tradisi Islam Pada Seni Pertunjukan
    Sentuhan Islam juga sanggup dilihat pada seni pertunjukan. Contohnya pertunjukan wayang, pada pertunjukan wayang sanggup ditemukan sentuhan Islam di dalamnya. Wayang pada awalnya yaitu peninggalan Hindu. Para wali memasukkan unsur-unsur Islam ke dalamnya. Dalam alur kisah dikenalkan dengan jimat ”Kalimasada”. Kalimasada bergotong-royong yaitu kalimat syahadat, kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Swt. dan Nabi Muhammad yaitu utusan-Nya. Pertunjukan wayang menjadi sarana penyebaran agama Islam. Seni tradisi Genjring di Banyumas dan sekitarnya merupakan tumpuan lain kesenian Islam. Kesenian tradisi ini lebih banyak berbasis di masjid. Dalam seni tradisi Islam ini, syiiran salawat dilantunkan dengan diiringi rebana tanpa tarian. Kesenian ini memakai dasar kitab al-Barzanji. Pada ketika ini Genjring dimanfaatkan untuk mengarak khitanan.
    Salawat rodat merupakan tumpuan lain kesenian Islam yang berasal dari Yogyakarta. Kesenian salawat rodat berkembang seiring dengan peringatan maulid Nabi Muhammad saw. Kesenian salawat rodat memakai syair yang ada dalam kitab al-Barzanji. Ciri khas kesenian ini yaitu tarian mengiringi syair yang dilagukan dengan iringan musik rebana dinyanyikan secara bersama-sama. Tarian inilah yang disebut ”rodat”. Tarian rodat ditarikan sambil duduk. Hampir sama dengan salawat rodat, salawat maulud merupakan tradisi pembacaan salawat pada peringatan maulid Nabi Muhammad saw. Dalam perkembangannya, salawat maulud menjadi kesenian yang dibacakan dalam program khitanan, akikah, maupun program rutin yang diadakan oleh masyarakat.
Seni Budaya Lokal sebagai Bagian dari Tradisi Islam Tradisi Islam Nusantara (Seni Budaya Lokal dan Tradisi Upacara Islam di Nusantara)
    Tari Angguk merupakan jenis tarian yang bernafaskan Islam. Tari Angguk dibawa oleh para mubalig penyebar agama Islam yang tiba dari wilayah Mataram, Bagelen. Disebut Angguk lantaran penarinya sering memainkan gerakan mengangguk-anggukkan kepala. Kesenian Angguk yang bercorak Islam ini mulanya berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyiarkan agama Islam. Syair lagu-lagu tari Angguk diambil dari kitab al-Barzanji.
    Tari Seudati yaitu nama tarian yang berasal dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Seudati berasal dari kata syahadat, yang berarti bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah. Tarian ini juga termasuk kategori tribal war dance atau tari perang, yang syairnya berusaha membangkitkan semangat cowok Aceh untuk bangun dan melawan penjajahan. Oleh lantaran itu, tarian ini sempat dihentikan pada zaman penjajahan Belanda. Akan tetapi, kini tarian ini diperbolehkan kembali dan menjadi kesenian nasional Indonesia.

Tradisi dan Upacara Adat Kesukuan Nusantara
    Upacara adat yang telah dijalankan oleh masyarakat di Nusantara banyak yang terpengaruh oleh kebudayaan lama. Sebelum kedatangan Islam penduduk Nusantara memeluk kepercayaan animisme atau dinamisme. Macam-macam upacara adat yang telah berlangsung usang di tengah masyarakat sangat beragam. Ada upacara daur ulang kehidupan ibarat upacara kelahiran, usia dewasa, pernikahan, dan kematian. Ada juga upacara yang dilaksanakan ketika hendak menanam tanaman, membangun rumah, dan banyak sekali hajatan lainnya. Tujuan melakukan upacara tersebut hampir sama, yaitu memohon pemberian dan keselamatan kepada para dewa. Hal tersebut tentu bertentangan dengan pedoman Islam yang mengajarkan bahwa hanya Allah Swt. Tuhan yang harus kita sembah. 
    Setelah Islam masuk ke Nusantara dan dianut oleh masyarakat, telah mengubah kepercayaan lama. Akan tetapi, tidak semua upacara usang tersebut ditinggalkan. Ada upacara yang diubah orientasinya, tidak memohon kepada dewa, tetapi memohon kepada Allah Swt. Perubahan orientasi ini ditunjukkan dengan pembacaan doa sesuai dengan agama Islam. Berkaitan dengan peralatan upacara yang dipergunakan, ada yang tetap dipertahankan dan ada pula yang dihilangkan. Di antara upacara adat yang menerima efek Islam yaitu upacara-upacara yang dilaksanakan untuk memperingati hari besar Islam. Upacara memperingati maulid Nabi Muhammad dilaksanakan secara berbeda-beda di banyak sekali daerah. Di Yogyakarta dan Surakarta upacara menyambut peringatan maulid Nabi Muhammad saw. disebut sekaten. Sekaten berasal dari kata syahadatain (dua kalimat syahadat). Upacara Sekaten pada masa para wali dijadikan sebagai sarana berbagi pedoman Islam. Puncak upacara Sekaten yaitu Grebeg Maulud. Upacara Sekaten masih berlangsung sampai sekarang.
Seni Budaya Lokal sebagai Bagian dari Tradisi Islam Tradisi Islam Nusantara (Seni Budaya Lokal dan Tradisi Upacara Islam di Nusantara)
Salah satu barang yang dijual pada perayaan Sekaten yaitu kinang atau kapur sirih. Barang ini mengandung lima unsur yang melambangkan lima rukun Islam, ibarat berikut.
1. Daun sirih melambangkan dua kalimat syahadat (syahadatain). Sisi penggalan atas dan bawah daun sirih berbeda warnanya, tetapi kalau dikunyah mempunyai rasa yang sama. Hal ini mempunyai makna bahwa mengucapkan kalimat syahadat harus dibaca lengkap, tidak boleh hanya syahadat tauhid atau syahadat rasul.
2. Injet (gamping atau kapur). Barang ini berwarna putih, melambangkan salat fardu untuk mendapatkan kesucian, sebagaimana warna putih yang bersih.
3. Gambir. Barang ini mempunyai rasa yang sangat pahit. Sedikit saja sudah cukup, melambangkan zakat yang oleh sebagian orang (terutama yang bersifat kikir/pelit) dirasa ’pahit’ lantaran harus mengeluarkan sebagian harta untuk orang lain.
4. Susur (tembakau). Barang ini tidak boleh dimakan. Tembakau melambangkan ibadah puasa (tidak boleh makan dan minum).
5. Jambe (buah pinang). Untuk mendapatkan buah pinang ini sangat sulit lantaran harus memanjat pohon pinang yang populer licin. Hal ini melambangkan ibadah haji yang memerlukan usaha yang keras dan sulit.

1. Tradisi Islam Pada Upacara Hanta Ua Pua di NTB
    Di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) terdapat upacara untuk memperingati maulid Nabi Muhammad saw. Upacara yang disebut dengan Hanta Ua Pua ini dilaksanakan pada tanggal 12 Rabiul Awal. Selain memperingati maulid Nabi Muhammad, upacara ini dimaksudkan untuk memperingati masuknya Islam ke Bima, Nusa Tenggara Barat. Upacara ini juga menjadi ajang silaturahmi bagi masyarakat.
Pelaksanaan upacara Hanta Ua Pua di Nusa Tenggara Barat.
2. Tradisi Islam Pada Upacara Panjang Jimat di Cirebon
    Di Cirebon terdapat upacara untuk memperingati maulid Nabi Muhammad yang disebut Panjang Jimat. Tradisi Muludan itu terdapat di Keraton Kasepuhan, Keraton Kesultanan Kanoman, dan Keraton Kacirebonan. Panjang Jimat terdiri atas dua kata, yaitu Panjang dan Jimat. Panjang berarti terus-menerus tanpa terputus. Jimat merupakan kependekan dari bahasa Jawa, yaitu siji kang dirumat atau satu yang dipelihara. Jimat yang dimaksud yaitu syahadatain. Umat Islam harus berpegang pada syahadatain secara terus-menerus tanpa terputus.
3. Tradisi Islam Pada Upacara Ya Qawiyu di Jawa Tengah
    Di Klaten, Jawa Tengah, pada bulan Safar diadakan upacara Ya Qawiyu. Upacara ini oleh penduduk setempat disebut dengan Saparan. Upacara Ya Qowiyu ditandai dengan penyebaran camilan elok apem. Kue apem merupakan camilan elok berbentuk bulat yang terbuat dari tepung beras dengan potongan kelapa di tengahnya. Kue apem disebarkan dari menara. Konon apem berasal dari kata afwun yang berarti Allah Swt. Maha Pemaaf. Upacara Ya Qawiyu masih dilaksanakan sampai ketika ini.
4. Tradisi Islam Pada Upacara Hoyak Tabuik di Sumatera
    Di Sumatra terdapat upacara Hoyak Tabuik (Tabut). Upacara ini dilaksanakan satu tahun sekali pada setiap tanggal 10 Muharam. Upacara ini berafiliasi dengan sejarah kepahlawanan Husain bin Abi Talib, cucu Nabi Muhammad saw. Husain bin Ali bin Abi Talib wafat di Padang Karbala pada tahun 61 H. Di dalam upacara ini terkandung unsur agama, sejarah, dan kesenian. Upacara Hoyak Tabuik atau mengarak usungan (tabut) yang dilambangkan sebagai keranda mayit Imam Husain yang gugur di Padang Karbala yang dilaksanakan masyarakat. Di Padang Pariaman, Sumatra Barat dan masyarakat Bengkulu upacara Tabut dimulai dari hari pertama bulan Muharam sampai kesepuluh mempunyai kemiripan dengan yang dilakukan masyarakat Syi’ah di banyak sekali negara. Bahkan, istilah-istilah yang dipakai pun sama, ibarat matam dan panja.
5. Tradisi Islam Pada Upacara Kekah di Sumatera Barat
    Di Minangkabau Sumatera Barat terdapat upacara Kekah (akikah). Akikah merupakan syariat agama Islam. Upacara Kekah dimaksudkan sebagai upacara syukuran atas titipan Allah Swt. berupa anak kepada kedua orang tuanya. Waktu pelaksanaannya bermacam-macam. Upacara dilaksanakan di rumah ibu si anak atau bakonya. Acara dimulai dengan pembukaan. Selanjutnya, seekor kambing disembelih, dibersihkan, dan dimasak. Acara dilanjutkan dengan doa kemudian makan bersama.
6. Tradisi Islam Pada Upacara Tamaik Kaji di Sumatera Barat
    Upacara Tamaik Kaji (khatam Al-Qur’an) terdapat di Minangkabau. Upacara ini dilaksanakan kalau seorang anak yang telah mengaji di surau sebelumnya tamat membaca Al-Qur’an. Acara diadakan di rumah ibu si anak, surau, atau masjid tempat anak itu mengaji. Anak yang sudah khatam Al-Qur’an disuruh membaca Al-Qur’an di hadapan seluruh orang yang hadir, dilanjutkan dengan makan bersama. Acara ini biasa pula dilakukan beramairamai.
    Upacara-upacara yang disebutkan di depan hanya sebagian kecil dari upacara yang ada di Nusantara. Tiap-tiap tempat mempunyai upacara dengan ciri khas tempat tersebut. Sebagai generasi penerus, bagaimana kita bersikap terhadap upacara dan budaya lokal? Dalam menyikapinya kita harus berhatihati. Ada upacara yang dianggap tidak sesuai dengan syariat Islam. Akan tetapi, sehabis ditelusuri ternyata upacara tersebut pada awalnya dipergunakan oleh pendahulu untuk berbagi agama Islam. Membuka diri dengan budaya lokal dan mendapatkan akulturasi budaya menjadi salah satu penyebab Islam gampang diterima. Seni dan budaya merupakan sarana yang dipergunakan oleh para pendahulu untuk berbagi Islam. Oleh lantaran itu, kita harus berusaha untuk melestarikan seni dan budaya yang pada awalnya dipergunakan untuk berbagi Islam. Jika upacara tersebut telah melenceng dari pedoman Islam, kita harus meluruskannya kembali.

Zaman Kerikil Dan Zaman Logam (Periodesasi Menurut Arkeologi)

       Pembabakan prasejarah menurut ilmu arkeologi ini bertujuan untuk mengetahui usia insan purba menurut peninggalan benda-benda purbakala. Benda-benda tersebut sanggup berupa perkakas rumah tangga, patung, coretan di gua-gua, dan fosil purba. Manusia purba memakai alat-alat untuk memenuhi
kebutuhannya mirip mencari dan mengolah makanan dengan memakai perkakas dari kerikil atau benda-benda alam lainnya yang keras mirip kayu dan tulang.


a. Zaman Palaeolitikum
    Zaman Palaeolitikum artinya zaman kerikil tua. Zaman ini ditandai dengan penggunaan perkakas yang bentuknya sangat sederhana dan primitif. Ciri-ciri kehidupan insan pada zaman ini, yaitu hidup berkelompok; tinggal di sekitar pemikiran sungai, gua, atau di atas pohon; dan mengandalkan makanan dari alam dengan cara mengumpulkan (food gathering) serta berburu. Maka dari itu, manusia purba selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain (nomaden).
    Di Indonesia, insan purba yang hidup pada masa ini yaitu insan setengah monyet yang disebut Pithecanthropus erec tus, Pithecanthropus robustus, Meganthropus palaeojavanicus. Juga 
selanjutnya hidup beberapa jenis homo (manusia), di antaranya Homo soloensis dan Homo wajakensis.b. Zaman Mezolitikum
    Zaman Mezolitikum artinya zaman kerikil madya (mezo) atau pertengahan. Zaman ini disebut pula zaman ”mengumpulkan makanan (food gathering) tingkat lanjut”, yang dimulai pada final zaman es, sekitar 10.000 tahun yang lampau. Para hebat memperkirakan insan yang hidup pada zaman ini yaitu bangsa Melanesoide yang merupakan nenek moyang orang Papua, Semang, Aeta, Sakai, dan Aborigin. Sama dengan zaman Palaeolitikum, manusia zaman Mezolitikum mendapat makanan dengan cara berburu dan menangkap ikan. Mereka tinggal di gua-gua di bawah bukit karang (abris souche roche), tepi pantai, dan ceruk pegunungan.
    Gua abris souche roche menyerupai ceruk untuk sanggup melindungi diri dari panas dan hujan.
Hasil peninggalan budaya insan pada masa itu adalah berupa alat-alat kesenian yang ditemukan di gua-gua dan coretan (atau lukisan) pada dinding gua, mirip di gua Leang-leang, Sulawesi Selatan, yang ditemukan oleh Ny. Heeren Palm pada 1950. Van Stein Callenfels menemukan alat-alat tajam berupa mata panah, flakes, serta kerikil penggiling di Gua Lawa bersahabat Sampung, Ponorogo, dan Madiun.
Selain itu, hasil peninggalannya ditemukan di tempat sampah berupa dapur kulit kerang dan siput setinggi 7 meter di sepanjang pantai timur Sumatera yang disebut kjokkenmoddinger. Peralatan yang ditemukan di tempat itu yaitu kapak genggam Sumatera, pabble culture, dan alat berburu dari tulang hewan.
                                                                  (Bentuk-bentuk mata panah pada masa Mesolitikum)
 c. Zaman Neolitikum
    Zaman Neolitikum artinya zaman kerikil muda. Di Indonesia, zaman Neolitikum dimulai sekitar 1.500 SM. Cara hidup untuk memenuhi kebutuhannya telah mengalami perubahan pesat, dari cara food gathering menjadi food producting, yaitu dengan cara bercocok tanam dan memelihara ternak. Pada masa itu manusia
sudah mulai menetap di rumah panggung untuk menghindari ancaman binatang buas.
    Manusia pada masa Neolitikum ini pun telah mulai membuat lumbung-lumbung guna menyimpan persediaan padi dan gabah. Tradisi menyimpan padi di lumbung ini masih sanggup dilihat di Lebak, Banten. Masyarakat Baduy di sana begitu menghargai padi yang dianggap santunan Nyai Sri Pohaci. Mereka tak perlu membeli beras dari pihak luar sebab menjualbelikan padi dihentikan secara aturan adat. Mereka rupanya telah mempraktikkan swasembada pangan semenjak zaman nenek moyang.
    Pada zaman ini, insan purba Indonesia telah mengenal dua jenis peralatan, yakni beliung persegi dan kapak lonjong. Beliung persegi menyebar di Indonesia kepingan Barat, diperkirakan budaya ini disebarkan dari Yunan di Cina Selatan yang berimigrasi ke Laos dan selanjutnya ke Kepulauan Indonesia. Kapak lonjong tersebar di Indonesia kepingan timur yang didatangkan dari Jepang, kemudian menyebar ke Taiwan, Filipina, Sulawesi Utara, Maluku,
Irian dan kepulauan Melanesia.
d. Zaman Megalitikum
    Zaman Megalitikum artinya zaman kerikil besar. Pada zaman ini insan sudah mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme. Animisme merupakan kepercayaan terhadap roh nenek moyang (leluhur) yang mendiami benda-benda, mirip pohon, batu, sungai, gunung, senjata tajam. Sedangkan dinamisme yaitu bentuk kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai kekuatan atau tenaga mistik yang sanggup memengaruhi terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam kehidupan manusia. Dari hasil peninggalannya, diperkirakan insan pada Zaman Megalitikum ini sudah mengenal bentuk kepercayaan rohaniah, yaitu dengan cara memperlakukan orang yang meninggal dengan diperlakukan secara baik sebagai bentuk penghormatan.
Adanya kepercayaan insan purba terhadap kekuatan alam dan makhluk halus sanggup dilihat dari inovasi bangunan-bangunan kepercayaan primitif. Peninggalan yang bersifat rohaniah pada kala Megalitikum ini ditemukan di Nias, Sumba, Flores, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan, dalam bentuk menhir, dolmen, sarkofagus, kuburan batu, punden berundakundak, serta arca. Menhir yaitu tugu kerikil sebagai tempat pemujaan; dolmen yaitu meja kerikil untuk menaruh sesaji; sarkopagus yaitu bangunan berbentuk lesung yang ibarat peti mati; kuburan kerikil yaitu lempeng kerikil yang disusun untuk mengubur mayat; punden berundak yaitu bangunan bertingkat-tingkat sebagai tempat pemujaan; sedangkan arca yaitu perwujudan dari subjek pemujaan yang ibarat insan atau hewan.
    Batu menhir pun ditemukan di Sumatera Barat. Menhir ini ditanam dengan posisi menghadap Gunung Sago (”sago” artinya sawarga atau surga). Dalam tradisinya dikenal pemujaan terhadap gunung yang dianggap sebagai tempat bermukim roh nenek moyang atau penguasa alam.

                                              (Menhir Tugu yang ditemukan di Sukabumi, Jawa Barat)
e. Zaman Perunggu    Manusia purba Indonesia hanya mengalami Zaman Perunggu tanpa melalui zaman tembaga. Kebudayaan Zaman Perunggu merupakan hasil asimilasi dari antara masyarakat orisinil Indonesia (Proto Melayu) dengan bangsa Mongoloid yang membentuk ras Deutero Melayu (Melayu Muda). Disebut zaman perunggu karena
pada masa ini manusianya telah mempunyai kepandaian dalam melebur perunggu. Di daerah Asia Tenggara, penggunaan logam dimulai sekitar tahun 3000-2000 SM. Masa penggunaan logam, perunggu, maupun besi dalam kehidupan insan purba di Indonesia disebut masa Perundagian. Alat-alat besi yang banyak
ditemukan di Indonesia berupa alat-alat keperluan sehari-hari, mirip pisau, sabit, mata kapak, pedang, dan mata tombak.

                                           (Kapak corong atau kapak sepatu yang ditemukan di Jawa Barat)
    Pembuatan alat-alat besi memerlukan teknik dan keterampilan khusus yang hanya mungkin dimiliki oleh sebagian anggota masyarakat, yakni golongan undagi. Di luar Indonesia, menurut bukti-bukti arkeologis, sebelum insan memakai logam besi mereka telah mengenal logam tembaga dan perunggu terlebih dahulu. Mengolah bijih menjadi logam lebih gampang untuk tembaga daripada besi.
    Teknik peleburan perunggu ini berasal dari budaya Dong Son di Tonkin (Vietnam). Kapak-kapak perunggu yang dibuat di Indonesia terdiri dari aneka macam bentuk dan ukuran. Salah satu bentuk yang menarik yaitu kapak candrasa yang ditemukan di Jawa dan kapak-kapak upacara lain yang ditemukan di Bali dan
Roti. Candrasa dari Pulau Roti dibentuk dari perunggu, berukuran 78 ×41,5 cm. Pada mata kapak ini terdapat hiasan kepala manusia atau topeng dengan kedua telapak tangan terbuka di samping pipinya, dipadu dengan hiasan contoh garis-garis.
    Artefak yang paling menarik dari masa ini yaitu genderang perunggu yang amat besar, disebut nekara. Apakah benda ini asli dibentuk oleh orang Indonesia atau merupakan hasil impor dari Vietnam? Jawabannya belum pasti. Akan tetapi ada genderang moko yang bentuknya tinggi dan ramping yang tentunya dibuat
di Indonesia, sebab ada sisa-sisa cetakan perunggu yang telah ditemukan di Bali. Nekara-nekara ini dipakai sebagai genderang perang dan untuk keperluan upacara keagamaan.
 

(bse sejarah oleh Hendrayana)

Nilai-Nilai Peninggalan Budaya Kurun Prasejarah Indonesia

1. Mengenal Astronomi
    Pengetahuan perihal astronomi sangat penting dalam kehidupan mereka terutama pada ketika berlayar waktu malam hari. Astronomi juga, penting artinya dalam menentukan ekspresi dominan untuk keperluan
pertanian.
2. Mengatur Masyarakat
    Dalam kehidupan kelompok masyarakat yang sudah menetap diharapkan adanya aturan-aturan dalam masyarakat. Pada masyarakat dari desa-desa kuno di Indonesia telah mempunyai hukum kehidupan yang demokratis. Hal ini sanggup ditunjukkan dalam musyawarah dan mufakat menentukan seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang dipilih itu diharapkan sanggup melindungi masyarakat dari gangguan masyarakat luar maupun roh jahat dan sanggup mengatur masyarakat dengan baik. Bila seorang pemimpin meninggal, makamnya dipuja oleh penduduk kawasan itu.
3. Sistem Macapat
    Sistem macapat ini merupakan salah satu butir dari 10 butir penelitian J.L.A. Brandes tentang keadaan Indonesia menjelang
berakhirnya zaman prasejarah. Sistem macapat merupakan suatu tatacara yang didasarkan pada jumlah empat dan sentra pemerintah terletak di tengah-tengah wilayah yang dikuasainya. Pada pusat pemerintahan terdapat tanah lapang (alun-alun) dan di empat penjuru terdapat bangunan-bangunan yang penting ibarat keraton, tempat pemujaan, pasar, penjara. Susunan ibarat itu masih banyak ditemukan pada kota-kota lama.
4. Kesenian Wayang
    Munculnya kesenian wayang berpangkal pada pemujaan roh nenek moyang. Jenis wayang yang dipertunjukkan yakni wayang kulit, wayang orang dan wayang golek (boneka). Cerita dalam
pertunjukkan wayang mengambil tema perihal kehidupan pada masa itu dan sehabis menerima efek bangsa Hindu muncul dongeng Mahabarata dan Ramayana.
5. Seni Gamelan
    Seni gamelan dipakai untuk mengiringi pertunjukkan wayang dan sanggup mengiringi pelaksanaan upacara.
6. Seni Membatik
    Seni membatik merupakan kerajinan untuk menghiasi kain dengan memakai alat yang disebut canting. Hiasan gambar yang diambil sebagian besar berasal dari alam lingkungan tempat tinggalnya. Di samping itu ada seni menenun dengan beraneka ragam corak.
7. Seni Logam
    Seni menciptakan barang-barang dari logam memakai teknik a Cire Perdue. Teknik a Cire Perdue adalah cara menciptakan barangbarang dari logam dengan terlebih dulu membentuk tempat untuk mencetak logam sesuai dengan benda yang dibutuhkan. Tempat
 
untuk mencetak logam sesuai dengan benda yang dibutuhkan.
    Tempat untuk mencetak logam itu ada yang terbuat dari batu, tanah liat, dan sebagainya. Pada tempat cetakan itu dituang logam yang sudah dicairkan dan sehabis hambar cetakan itu dipecahkan, sehingga terbentuk benda yang dibutuhkannya. Barang-barang logam yang ditemukan sebagian besar terbuat dari perunggu.
    Penemuan beraneka ragam bentuk benda-benda budaya masyarakat Indonesia dari masa prasejarah mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan bangsa Indonesia di masa kini dan di masa yang akan datang. Karena pentingnya maka sebagai generasi bangsa di masa sekarang, kita patut bang-ga terhadap peninggalan-peninggalan budaya masyarakat dari masa lampau. Kita mengaguminya, betapa tinggi nilai seni budaya yang mereka miliki ketika itu walaupun teknik pembuatan masih sangat sederhana. Oleh alasannya yakni itu, sebagai generasi penerus kita mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk memelihara dan
mempertahankan benda-benda budaya hingga kepa-da anak-cucu kita dengan seutuhnya: Benda-benda budaya itu sebagian besar disimpan pada museum-museum sejarah yang terdapat di seluruh Indonesia, juga masih ada yang terdapat dalam kandungan bumi di seluruh wilayah Indonesia yang belum berhasil diangkat.
Oleh alasannya yakni itu, apabila kita berhasil menemukan benda-benda tersebut, maka sebaiknya kita serahkan kepada pemerintah dan untuk selanjutnya disimpan di museum-museum. Baca juga

(bse sejarah oleh Hendrayana)

Baca juga: Kepercayaan Animisme dan Dinamisme (Pada Masa Perundagian)