Pada batik terdapat ragam hias yang beraneka rupa. Ragam hias batik merupakan verbal yang menyatakan keadaan diri dan lingkungan penciptanya. Ragam hias diciptakan atas dasar imajinasi perorangan ataupun kelompok. Hampir secara keseluruhan, ragam hias batik sanggup menceritakan tujuan atau cita-cita perorangan atau kelompok tadi. Apabila ragam hias yang diciptakan digunakan berulang-ulang dan terus-menerus maka akan menjadi sebuah kebiasan yang usang kelamaan pula akan terbentuk tradisi dari sekelompok masyarakat tertentu.
Berdasarkan perkembangannya, ragam hias batik sangat dipengaruhi oleh budaya luar sehingga dihasilkan corak batik yang beraneka ragam. Berdasarkan wilayah penyebaran motif pada kain batik dan dilihat juga dari periode perkembangan batik di Indonesia, batik sanggup dibagi menjadi dua, yaitu batik pedalaman atau sering disebut dengan klasik dan batik pesisir. Kedua istilah batik ini tidak hanya berlaku pada masa dahulu, tetap berlangsung sampai dikala ini. Pembeda kedua istilah batik ini terdapat pada cara pembuatannya dan motif atau corak yang ada pada kain batik tersebut. Untuk lebih jelasnya, perhatikan uraian berikut.
1. Batik Pedalaman (Klasik)
Batik pedalaman yaitu pengkategorian batik yang berkembang di masa lalu. Dahulu pembatik-pembatik hanya ditemui di tempat pedalaman. Selain itu, juga tidak sembarang orang sanggup melaksanakan proses pembatikan, sehingga jarang dijumpai di lingkungan masyarakat luas. Pada masa kejayaan kerajaan di Indonesia mirip Majapahit, kain batik hanya ditemui di kalangan raja-raja saja dan hanya petinggi kraton yang boleh mengenakan kain batik. Oleh lantaran itu pembatik hanya sanggup dijumpai di lingkungan keraton. Batik keraton yaitu batik yang tumbuh dan berkembang di atas dasar-dasar flsafat kebudayaan Jawa yang mengacu pada nilai-nilai spiritual. Batik tersebut terdapat harmonisasi antara alam semesta yang tertib, serasi, dan seimbang.
Para pembatik keraton menciptakan batik dengan cara yang tidak biasa, yaitu memakai banyak proses dan ritual pembatikan. Para pembatik kraton menyerupai ibadah, suatu seni tinggi yang patuh pada hukum serta isyarat arsitokrat Jawa. Istilah-istilah batik pun mulai dikenal semenjak jaman ini dan hampir semuanya memakai istilah dalam bahasa Jawa. Ragam hias yang diciptakan pun bernuansa kontemplatif, tertib, simetris, bertata warna terbatas mirip hitam, biru tua (wedelan), dan soga/coklat. Ragam hias ini mempunyai makna simbolik yang beragam. Oleh lantaran itu batik dikenal masyarakat sebagai kebudayaan nenek moyang dari tempat Jawa. Batik pedalaman sering disebut juga sebagai batik klasik. Hal ini sesuai dengan beberapa alasan di atas. Namun akhir perkembangan masyarakat, maka batik sanggup keluar dari kalangan keraton dan menyebar ke seluruh pelosok tanah air, sejalan dengan adanya integrasi budaya.
2. Batik Pesisir
Batik pesisir yaitu batik yang berkembang di masyarakat yang tinggal di luar benteng keraton, sebagai akhir dari imbas budaya tempat di luar Pulau Jawa. Selain itu, adanya imbas budaya abnormal mirip Cina dan India, termasuk agama Hindu dan Budha, hal ini menimbulkan batik tumbuh dengan banyak sekali corak yang beraneka ragam. Para pembatik tempat pesisir merupakan rakyat jelata yang membatik sebagai pekerjaan sambilan (pengisi waktu luang) yang sangat bebas aturan, tanpa patokan teknis. Oleh lantaran itu, ragam hias yang diciptakan cenderung bebas, spontan, dan bergairah dibandingkan dengan batik keraton. Para pembatik pesisir lebih menyukai cara-cara yang sanggup mengeksplorasi batik seluas-luasnya sehingga banyak ditemui warnawarna yang tidak pernah dijumpai pada batik pedalaman/klasik. Warna-warna yang digunakan mengikuti selera masyarakat luas yang bersifat dinamis, mirip merah, biru, hijau, kuning, bahkan ada pula yang oranye, ungu, dan warna-warna muda lainnya. Ragam hias pada karya batik Indonesia sangat banyak. Tentunya masing-masing motif mempunyai makna sesuai dengan budaya masingmasing daerah. Di bawah ini ditampilkan beberapa motif dengan makna simboliknya.
Motif trumtum, merupakan lambang cinta kasih yang nrimo tanpa syarat, abadi, dan semakin usang semakin terasa subur berkembang (tumaruntum). Motif bunga dan flora mempunyai makna untuk selalu menjaga kelestarian alam.
Baca juga:
Sejak masa kemudian Indonesia telah memakai produk batik sebagai alat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mulai dari pakaian sampai kebutuhan ritual budaya. Dalam sejarahnya, secara magis pemilihan teknik rintang warna (resist dyeing) pada batik ditujukan untuk mengundang keterlibatan roh pelindung guna menolak imbas roh jahat. Para jago meneliti menurut lukisan-lukisan yang ada pada dinding goa-goa di Indonesia. Kegiatan merintang warna ini sudah dilakukan oleh insan purba. Gambar yang paling sering muncul yaitu gambar tapak tangan yang dibubuhi pigmen merah. Jadi, sanggup digambarkan bahwa teknik perintangan warna pada pembuatan kain batik ini dipengaruhi oleh konsep kepercayaan.
Dari teknik perintang warna tersebut, semenjak dahulu pula masyarakat Indonesia telah mengenal kain jumputan atau ikat pelangi atau sasirangan atau ikat celup (tie dye). Dalam perkembangannya batik menjadi acara berkarya dengan teknik yang sama yaitu merintang kain. Teknik membatik merupakan media yang sanggup mempresentasikan bentuk yang lebih lentur, rinci, rajin, tapi juga mudah. Teknik batik sempurna untuk mempresentasikan bentuk-bentuk flora, fauna, serta sifat-sifat bentuk rumit lainnya.
(Sumber ref: Buku Seni)
Baca juga: