Teknik Menulis Soal Uraian 2018

Soal bentuk uraian menuntut penerima didik untuk mengorganisasikan gagasan-gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dalam bentuk uraian tertulis.

 Soal bentuk uraian menuntut penerima didik untuk mengorganisasikan gagasan Teknik Menulis Soal Uraian 2018

Keunggulan dan keterbatasan soal bentuk uraian 
  • Keunggulan Dapat mengukur kompetensi penerima didik dalam hal menyajikan akibat terurai secara bebas, mengorganisasikan pikirannya, mengemukakan pendapatnya, dan mengekspresikan gagasan-gagasan dengan menggunakan kata-kata atau kalimat penerima didik sendiri.
  • Keterbatasan Jumlah materi atau pokok bahasan yang mampu ditanyakan terbatas, waktu untuk mengusut akibat cukup lama, penskorannya relatif subjektif, dan Penyusunan Soal USBN Puspendik 8 tingkat reliabilitas relatif lebih rendah dibandingkan dengan soal bentuk pilihan ganda alasannya yaitu reliabilitas skor pada soal bentuk uraian sangat tergantung pada penskor tes. 
Berdasarkan penskoran, soal bentuk uraian diklasifikasikan menjadi uraian objektif dan uraian non objektif.
  1. Soal bentuk uraian objektif yaitu rumusan soal atau pertanyaan yang menuntut sehimpunan akibat dengan pengertian/konsep tertentu sehingga penskoran mampu dilakukan secara objektif.
  2. Soal bentuk uraian non objektif yaitu rumusan soal yang menuntut sehimpunan akibat berupa pengertian/konsep menurut pendapat masingmasing penerima didik sehingga penskorannya sukar dilakukan secara objektif (penskoran mampu mengandung unsur subjektivitas). 
Pada prinsipnya, perbedaan antara soal bentuk uraian objektif dan non objektif terletak pada kepastian penskoran. Pada soal uraian bentuk objektif, pemikiran penskoran berisi kunci akibat yang lebih pasti. Setiap kata kunci diuraikan secara terang dan diberi skor 1. Pada soal uraian bentuk non objektif, pemikiran penskoran berisi kriteria-kriteria dan setiap kriteria diskor dalam bentuk rentang skor.

Kaidah Penulisan Soal Uraian 
Beberapa kaidah yang perlu diperhatikan dalam penulisan soal bentuk uraian yaitu sebagai berikut:

Materi
  1. Soal harus sesuai dengan indikator. 
  2. Batasan pertanyaan dan akibat yang diharapkan (ruang lingkup) harus jelas. 
  3. Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran, misal soal Matematika harus menanyakan kompetensi Matematika, bukan kompetensi berbahasa atau yang lainnya. 
  4. Isi materi yang ditanyakan sudah sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, atau tingkat kelas. Tingkat kompetensi yang diukur harus disesuaikan dengan tingkatan penerima didik, misal kompetensi pada jenjang SMA dilarang ditanyakan pada jenjang SMP, walaupun materinya sama, atau sebaliknya soal untuk tingkat SMP dilarang ditanyakan pada jenjang SMA.
Konstruksi 
  1. Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus menggunakan kata-kata tanya atau perintah yang menuntut akibat terurai, seperti: mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, hubungkan, tafsirkan, buktikan, hitunglah. Jangan menggunakan kata tanya yang tidak menuntut akibat uraian, misalnya: siapa, di mana, kapan. Demikian juga katakata tanya yang hanya menuntut akibat ya atau tidak. 
  2. Buatlah petunjuk yang terang ihwal cara mengerjakan soal. 
  3. Buatlah pemikiran penskoran segera sehabis soal ditulis dengan cara menguraikan komponen yang akan dinilai atau kriteria penskoran, besar skor bagi setiap komponen, atau rentang skor yang mampu diperoleh untuk setiap kriteria dalam soal yang bersangkutan. 
  4. Hal-hal lain yang menyertai soal mirip tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya harus disajikan dengan jelas, berfungsi, dan terbaca, sehingga tidak mengakibatkan penafsiran yang berbeda dan juga harus bermakna.
Bahasa 
  1. Rumusan butir soal menggunakan bahasa (kalimat dan kata-kata) yang sederhana dan komunikatif sehingga praktis dipahami oleh penerima didik. 
  2. Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang mampu menyinggung perasaan penerima didik atau kelompok tertentu. 
  3. Rumusan soal tidak menggunakan kata-kata/kalimat yang mengakibatkan penafsiran ganda atau salah pengertian. 
  4. Butir soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. 
  5. Rumusan soal sudah mempertimbangkan segi bahasa dan budaya. 
  6. Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat.
Penyusunan Pedoman Penskoran Soal Uraian
Pedoman penskoran merupakan panduan atau petunjuk yang menjelaskan ihwal batasan atau kata-kata kunci atau konsep untuk melakukan penskoran terhadap soal-soal bentuk uraian objektif dan kemungkinan-kemungkinan akibat yang diharapkan atau kriteria-kriteria akibat yang digunakan untuk melakukan penskoran terhadap soal-soal uraian non objektif. Pedoman penskoran untuk setiap butir soal uraian harus disusun segera sehabis penulisan soal.

Kaidah Penulisan Pedoman Penskoran
Uraian Objektif 

  1. Tuliskan semua kemungkinan akibat benar atau kata kunci akibat dengan terang untuk setiap nomor soal. 
  2. Setiap kata kunci diberi skor 1 (satu). 
  3. Apabila suatu pertanyaan mempunyai beberapa subpertanyaan, rincilah kata kunci dari akibat soal tersebut menjadi beberapa kata kunci subjawaban. Kata-kata kunci ini dibuatkan skornya masing-masing 1. 
  4. Jumlahkan skor dari semua kata kunci yang telah ditetapkan pada soal. Jumlah skor ini disebut skor maksimum dari satu soal.
Uraian Non objektif 


  1. Tuliskan garis-garis besar akibat sebagai kriteria akibat untuk dijadikan pemikiran atau dasar dalam memberi skor. Kriteria akibat disusun sedemikian rupa sehingga pendapat/pandangan langsung penerima didik yang berbeda mampu diskor menurut mutu uraian jawabannya. 
  2. Tetapkan rentang skor untuk tiap garis besar jawaban. Besar rentang skor terendah 0 (nol), sedangkan rentang skor tertinggi ditentukan menurut keadaan akibat yang dituntut oleh soal itu sendiri. Semakin kompleks jawaban, rentang skor semakin besar. Untuk memudahkan penskoran, setiap rentang skor diberi rincian menurut kualitas jawaban, contohnya untuk rentang skor 0 - 3: akibat tidak baik 0, agak baik 1, baik 2, sangat baik 3. Kriteria kualitas akibat (baik tidaknya jawaban) ditetapkan oleh penulis soal. 
  3. Jumlahkan skor tertinggi dari tiap-tiap rentang skor yang telah ditetapkan. Jumlah skor dari beberapa kriteria ini disebut skor maksimum dari satu soal.
Prosedur penskoran

  1. Pemberian skor pada akibat uraian sebaiknya dilakukan per nomor soal yang sama untuk semua akibat penerima didik semoga konsistensi penskor terjaga dan skor yang dihasilkan adil untuk semua penerima didik. 
  2. Untuk uraian objektif: periksalah akibat penerima didik dengan mencocokkan akibat dengan pemikiran penskoran. Setiap akibat penerima didik yang sesuai dengan kunci dinyatakan “Benar” dan diberi skor 1, sedangkan akibat penerima didik yang tidak sesuai dengan kunci dianggap “Salah” dan diberi skor 0. Tidak dibenarkan memberi skor selain 0 dan 1. Apabila ada akibat penerima didik yang kurang sempurna, kurang  memuaskan, atau kurang lengkap, pemeriksa harus mampu menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Dengan demikian mampu diputuskan akan diberi skor 0 atau 1 untuk akibat tersebut. 
  3. Untuk uraian non objektif: periksalah akibat penerima didik dengan mencocokkan akibat dengan pemikiran penskoran. Pemberian skor disesuaikan antara kualitas akibat penerima didik dan kriteria jawaban. Di dalam pemikiran penskoran sudah ditetapkan skor yang diberikan untuk setiap tingkatan kualitas jawaban. 
  4. Baik soal uraian objektif maupun soal non objektif, bila tiap butir soal sudah selesai diskor, hitunglah jumlah skor perolehan penerima didik pada setiap nomor butir soal. 
  5. Apabila dalam satu tes terdapat lebih dari satu nomor soal uraian, setiap nomor soal uraian diberi bobot. Pemberian bobot dilakukan dengan membandingkan semua soal yang ada dilihat dari kedalaman materi, kerumitan/kompleksitas jawaban, dan tingkat kognitif yang diukur. Skala yang digunakan dalam satu tes yaitu 10 atau 100 sehingga jumlah bobot dari semua soal yaitu 10 atau 100. Pemberian bobot pada setiap soal uraian dilakukan pada dikala merakit tes.
  6. Kemudian lakukan perhitungan nilai dengan menggunakan rumus: Nilai Tiap Soal = Skor perolehan penerima didik : Skor Maksimum tiap soal x Bobot


EmoticonEmoticon