Siswa Sekolah Dasar Negeri 16 Nanga Hovat sangat tak beruntung. Sekitar 30 anak yang bersekolah di sana tak bisa merasakan sekolah dasar seolah-olah umumnya, yang setiap hari padat aktivitas.
Siswa di sekolah yang berlokasi di pedalaman Kapuas Hulu itu harus mendapat nasib tak enak, sebab ialah kurangnya kebutuhan guru di wilayah mereka. Sekolah Dasar Negeri 16 Nanga Hovat berlokasi di Dusun Nanga Hovat, Desa Datah Diaan, Kecamatan Putussibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Di Sekolah Dasar itu hanya ada dua guru, satu berstatus pegawai negeri sipil (PNS) dan satu lagi berstatus kontrak. Tapi tak setiap hari mereka mengajar. Dan tak ada kepala sekolah yang menemani mereka di sana.
Kepala Adat Nanga Hovat, Narok mengatakan, anak-anak murid bersekolah hanya sepekan sekali. Sekitar 30 anak dusun dari banyak sekali usia bersekolah dalam kelas yang sama.
"Desember 2016 ada kepala sekolah datang ke sini. Tapi hanya datang mengenalkan diri. Setelah itu ia tak pernah balik lagi," ceritanya kepada VIVA, pekan lalu.
Narok bercerita, meski tanpa kepala sekolah dan hanya ada dua guru, tapi anak-anak itu sebenarnya semangat ke sekolah. Saat VIVA menyambangi Dusun Nanga Hovat, hanya ada satu guru yang bersiap mengajar.
Satu guru lagi sedang berada di Putussibau, kota terdekat. Menuju Putussibau harus menggunakan perahu dengan perjalanan sekitar tiga jam dan biaya transpornya mahal.
Ruang sekolah Sekolah Dasar Negeri 16 Nanga Hovat juga tak layak. Hanya ada satu ruang kelas yang bisa dipakai. Meski sekolah itu luas dan dibagi menjadi beberapa ruang kelas, kondisinya sudah rusak.
Lokasi sekolah hanya berjarak sekitar 100 meter dari perkampungan. Anak-anak berjalan kaki ke sekolah. Mereka hanya menenteng beberapa buah buku tulis. Tak semua anak menenteng tas sekolah, dan tak ada yang mengenakan sendal atau sepatu.
Anak-anak juga tak setiap hari belajar. Lisna, salah seorang guru yang ditemui mengakui keterbatasan tenaga pendidik menjadi problem utama mereka.
"Anak-anak itu mau sekolah. Tapi di sini guru kurang sekali. Saya sendirian, dan mengajar beberapa pelajaran sekaligus," tuturnya. "Kadang jikalau lagi berguru dan terasa sudah siang, anak-anak juga ribut minta selesai," ia menambahkan.
Problem tenaga pengajar yang sangat kurang diakui oleh Petrus Kusnadi, kadis Dikbud Kapuas Hulu. "Kekurangan tenaga pendidikan di Kapuas Hulu, terutama di tempat perbatasan memang problem utama. Pelaksanaan kurikulum bisa berjalan jikalau tenaga pendidikan cukup," ujarnya.
Ia juga menekankan, bagi wilayah seolah-olah mereka, rasio guru dan murid tak bisa dihitung dari ketersediaan jumlah guru berbanding jumlah murid. "Tetap dihitung rasio di mana sekolah itu berada," ujarnya.
Masalah saat ini ialah sebaran guru tidak merata. Sebaran sangat kurang, terutama di tempat pedalaman, tempat danau, dan tempat sungai.
Ia mengakui, memindahkan guru ke pedalaman ialah sebuah dilema. Mereka dipaksakan pindah, tapi tak ada sarana dan prasarana.
"Dulu pernah ada seorang guru yang punya kendaraan air, tapi sekarang ia sudah pindah. Harus ada kebijakan yang radikal untuk wilayah-wilayah seolah-olah itu, terutama perkara ketersediaan transportasi," ujarnya.
Petrus Kusnadi mengatakan, saat ini bupati Kapuas Hulu mengambil kebijakan untuk mengangkat guru kontrak. Ada 480 guru kontrak yang akan bertugas di wilayah mereka.
Wilayah Nanga Hovat juga akan kebagian guru tambahan. "Khusus untuk wilayah Nanga Hovat, ada empat guru kontrak yang akan segera dikirim," katanya.
Semoga janji itu benar, dan anak-anak Dusun Nanga Hovat bisa kembali merasakan kenikmatan berguru dan membuatkan pengetahuan secara kontinu di sekolah mereka.
EmoticonEmoticon