Pertaubatan / Tobat secara bahasa (lughawiah) berasal dari kata bahasa Arab, yaitu “taba-yatibu-tawbat’. Kata tersebut mempunyai makna “penyesalan atau kembali”. Dikatakan penyesalan alasannya orang yang bertobat senantiasa meratapi atas kesalahan dan kekhilafan yang telah dilakukannya. Sedangkan makna ‘kembali” menawarkan komitmen orang yang bertobat (at-taib) untuk kembali ke jalan yang benar, yaitu jalan yang digariskan Allah Swt. Ada juga yang disebut dengan taubat nasuha yaitu taubat yang mencapai puncak kesempurnaan (yang dilaksanakan semaksimal mungkin, pen.). Taubat ini (sejenis dengan) pekerjaan menjahit. Seakan-akan maksiat telah merobek (agama), dan taubatlah yang menambal (menjahit atau memperbaikinya). Orang yang bertobat yaitu orang yang kembali dari jalan kemaksiatan pada ketaatan atau kembali dari jalan yang jauh ke jalan yang akrab kepada Allah Swt. Abu Bakar Shiddik ra., berkata “perbuatan dosa mengakibatkan kegelapan jiwa, sedangkan penerangnya yaitu taubat”. Sementara Umar bin Khaththab ra., berpandangan bahwa diantara orang yang bakal masuk nirwana yiatu orang yang bertaubat dari dosanya”.
Artinya:
Artinya:
Imam Ali bin Abi Thalib k.w., berkata, “sesungguhnya sebaik-baiknya amal ialah yang diterima Allah Swt., sebaik-baiknya bulan yaitu bulan di mana kau bertaubat kepada Allah dengan taubatan nasuha. Dan sebaik-baik hari yaitu hari di mana kau meninggal dunia dalam keadaan tetap beriman kepada Allah Swt”.
Jenis dan Bentuk Taubat
Bila dikaji dari sumber Al-Qur’an, sanggup ditemukan ada beberapa jenis taubat yang dilakukan hamba Allah. Dalam Ensiklopedia Islam (1999:111) disebutkan ada tiga jenis taubat yaitu taubat, inabat, dan aubah.
1. Taubat, diartikan kembali dari kejahatan pada ketaatan alasannya takut akan marah dan siksa Allah Swt.
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya:
Katakanlah kepada perempuan yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara pria mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan lakilaki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau belum dewasa yang belum mengerti ihwal aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua supaya diketahui embel-embel yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kau sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kau beruntung. (Qs. An-Nur: 31)
2. Inabat, yaitu kembali dari yang baik kepada yang lebih baik alasannya mengharap pahala.
هَٰذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ (23)
مَّنْ خَشِيَ الرَّحْمَٰنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُّنِيبٍ (33)
Artinya:
Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturanperaturan-Nya), (yaitu) orang yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan Dia tiba dengan hati yang bertaubat, (Qs. Qaf : 32-33)
3. Awbah, orang-orang yang bertobat bukan alasannya takut dan tidak pula alasannya mengharap tambahan pahala, tetapi alasannya mengikuti perintah Allah Swt.
وَوَهَبْنَا لِدَاوُودَ سُلَيْمَانَ ۚ نِعْمَ الْعَبْدُ ۖ إِنَّهُ أَوَّابٌ
Artinya:
Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, Dia yaitu sebaik- baik hamba. Sesungguhnya Dia Amat taat (kepada Tuhannya). (Qs. Sad:30)
Menurut para ulama, bentuk atau jenis taubat yang dilakukan insan itu yaitu berbeda-beda.
Imam Ghazali membagi taubat menjadi tiga macam, yaitu:
- Taubat, yakni kembali dari kemaksiatan pada ketaatan. Misalnya saja, orang yang bertobat sesudah melaksanakan korupsi atau mencuri. Orang tersebut termasuk ke dalam jenis taubat yang pertama.
- Firar, yaitu lari dari kemaksiatan pada ketaatan, dari yang baik kepada yang lebih baik lagi. Dalam kategori ini, orang yang menghindari menggosip (ghibah), menghindari minuman keras, menghindari narkoba termasuk kedalam taubat jenis firar. Bahkan dalam kategori ini, orang yang berguru secara tulus dan ulet dari hanya sekedar mendapat nilai 10 di rapot sanggup disebut sebagai bentuk firar.
- Inabat, yaitu bertobat berulang-ulang sekalipun tidak berdosa. Seorang hamba yang dengan penuh kesadaran dan kerinduannya pada Allah Swt akan melanggengkan (dawam) pertaubatannya kepada Allah Swt kendatipun tidak melaksanakan dosa yang nyata.
Berdasarkan pembahasan tersebut, intinya taubat itu terkait dengan kualitas amal seseorang. Ada yang bertobat dikarenakan telah melakukana kesalahan, dan ada pula yang bertaubat dengan maksud memperbaiki kualitas amal atau kebaikan itu sendiri, menyerupai yang dimaksudkan dengan istilah inabat atau awbah.
Dalam pelaksanaannya, ada beberapa cara yang sanggup dimasukkan dalam bentuk taubat.
- Taubah secara verbal atau kita sebut taubah secara formal, yaitu dengan mengucapkan kalimat istighfar, yaitu “astagfirullah al-azhim” (aku mohon ampunan kepada Allah Yang Mahaagung). Kalimat inilah yang disunahkan Rasulullah Muhammad Saw untuk dibacakan kaum muslimin setiap hari paling tidak sehari 70 kali.
- Taubah dalam hati, yaitu dalam bentuk komitmen diri untuk tidak mengulang kembali tindakan atau perbuatan yang melanggar hukum Allah Swt. Pertaubatan hati ini diwujudkan dalam bentuk penyesalan jiwa yang sungguh-sungguh terhadap perbuatan dosa yang dilakukannya.
- Melaksanakan perbuatan baik sesudah melaksanakan kesalahan. Rasulullah Muhammad saw bersabda, “susulkan dosa dengan kebaikan, pasti kebaikan itu akan menghapusnya” (HR. At-Tirmizi). Makna dari kata “susulkan dengan kebaikan ini”, bisa dalam bentuk ucapan permohonan ampun (istigfar), dan sanggup pula dengan amalan baik yang lainnya yang mempunyai nilai lebih sehingga menghapuskan ’nilai dosa’. Dengan kata lain, bentuk taubat sanggup dilakukan dengan kemampuan menawarkan amalan baik sesudah melaksanakan satu tindakan dosa.
- Pertaubatan sejati (tawbatan nasuha). Dengan pertaubatan hendaknya insan kembali dari semua niat dan ketergantungan pada selain Allah menuju hanya kepada Allah, sehingga yang terlintas dalam diri penobat (attaib) yaitu la ilaha ilallah (tiada lain kecuali Allah) dan la maqshuda ilallah (tidak ada tujuan lain kecuali Allah).
Setelah orang bertaubat atau kembali ke jalan lurus, sesudah ia bisa membersihkan pikiran dan sikap hidupnya, selanjutnya ia menceburkan diri dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh keimanan. Seluruh tindak tanduk, pikiran dan perbuatannya senantiasa dipayungi dan dikontrol oleh sinaran pedoman yang kuasa (syari’at Islam).
Bentuk pertaubatan yang menyerupai ini disebut taubatan nashuha atau pertaubatan yang sejati. Maksudnya yaitu pertaubahan yang bisa mengubah warna hidup seseorang menjadi kehidupan yang tercelup (£ibgah) pancaran pedoman dari Allah Swt.
وَمَن تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا
Artinya:
“Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, Maka Sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” (Qs. Al-Furqan : 71)
Oleh alasannya itu, taubat itu menyerupai dengan sterilisasi (penyucian atau pembersihan) diri dari banyak sekali virus dan atau penyakit hidup. Dalam pedoman Islam disebut dengan istilah pencucian hati (tazkiyatun qalb) atau pencucian diri (tazkiyatun nafs). Setelah bertaubat itu kemudian hidupnya senantiasa diwarnai oleh kepercayaan dan amal saleh.
Syarat-Syarat Taubat
Dalam kaitannya dengana kesalahan yang akan disesalinya, Islam mengenal ada dua kesalahan. Pertama, kesalahan kepada Tuhan (haqqul-Lah), menyerupai tidak berpuasa, tidak melaksanakan sholat. Kedua, kesalahan kepada sesma insan (haqqul-adam). Dua kesalahan ini senantiasa menyertai perjalanan hidup umat insan sehari-hari, baik di sadari maupun tidak di sadari. Oleh alasannya itu, syaratsyarat taubat yang harus dilakukan oleh seorang muslim atau hamba Allah, bahwasanya ada sedikit perbedaan antara haqqul-Lah dan haqqul-adam.
Bila kesalahan itu terkait dengan haqqul-lah, Imam al-Qusyaeri menandakan ada tiga syarat sah taubat, yaitu :
- Menyesali terhadap perbuatan maksiat yang telah dilakukannya, contohnya meratapi diri bahwa meninggalkan sholat itu ada merugikan dan berdoa, meratapi diri bahwa tidak berpuasa di bulan suci ramadhan yaitu berdosa.
- Meninggalkan perbuatan maksiat itu, contohnya dengan berusaha keras untuk melaksanakan sholat wajib secara lengkap dan melaksanakan shaum pada bulan suci ramadhan,
- Bercita-cita tidak akan mengulangi lagi perbuatan itu.
Sementara bila terkait dengan haqqul-adam maka syarat sahnya bertobat itu yaitu memohon maaf sekaligus memulihkan hal-hal yang telah dirugikannya. Misalnya kalau dosa itu berkaitan dengan harta, maka orang yang bertaubat harus mengembalikan harta atau kekayaan yang dicuri atau diambilnya. Bila berkaitan dengan kehormatan, maka orang yang bertaubat harus meminta maaf dan memulihkan kembali nama baik orang terhina atau teraniaya. Bila terkait dengan pedoman yang salah, maka ia harus menginformasikan kesalahan dan meluruskannya kembali ke pedoman yang sesuai dengan Islam. Pelaksanaan taubat yang terkait dengan haqqul-lah yaitu pribadi memohon ampun kepada Allah Swt., sedangkan bila terkait dengan sesama insan maka selain mohon ampun kepada Allah Swt., yaitu meminta maaf kepada pihak lain yang telah dirugikannya.
Pentingnya Taubat
Konsep pertaubatan dalam Islam dipandang sangat penting dan sentral. Menurut Said Aqiel Siradj (dalam Hasan M. Noer, 2002:212) hal ini tampak dai salah sati sifat Allah Swt yang disebut sebagai Maha Bertobat (al-tawwab). Malahan kata ’tawbat” dipakai dalam Al-Qur’an sebanyak 53 kali. Ini
menawarkan bahwa betapa penting dan sentralnya konsep pertaubatan dalam Islam. Bahkan suara ayat dalam Al-Baqarah ayat 222, disebutkan bahwa Allah Swt amat menyukai orang-orang yang bertobat dan rajin menyucikan diri.
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya:
... Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri. (Qs. Al-Baqarah: 222).
Para sufi (tasawuf) bahkan memandang ’taubat’ sebagai pintu pertama untuk memasuki tahapan sopan santun yang lainnya. Tidak mungkin seseorang bisa mencapai derajat orang zuhud, sabar, atau tawakal tanpa memasuki tahapan pintu taubat. Adalah tidak mungkin orang sanggup dikatakan menjadi orang yang zuhud bila belum melalui pintu taubat. Oleh alasannya itu, taubat merupakan tahapan atau derajat (maqam) yang harus dilalui oleh seseorang dalam meraih derajat orang bertaqwa. (Referensi: Buku PAI)
EmoticonEmoticon