Berikut ialah arab dari surah al-Baqarah ayat 148:
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Terjemah
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kau berada niscaya Allah akan mengumpulkan kau sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Qs. Al-Baqarah: 148)
Tajwid Surah Al-Baqarah ayat 148
Dengan memperhatikan ayat tersebut, ada aturan tajwid yang dapat dipelajari. Diantaranya:
1) Idgom bilagunnah: artinya meleburkan suara tanwin sesuai sehingga lafalnya mirif dengan abjad di depanya. Misalnya kata "walikulliw wijhatun".
2) Izhar: artinya abjad tanwin dibaca jelas, khusus dikala menghadapi abjad (Alif (hamzah), Ha, Kha, a, ‘Ain, Gin). Misalnya “wijhatun huwa”.
3) Alif lam qomariah: artinya abjad lam di awal kata dibaca jelas. Huruf ini ditandai dengan simbol sukun (huruf mati), contohnya alif lam pada kalimat “fastabiqul khairot”.
4) Mad iwad, artinya tanwin di simpulan kalimat dibaca satu harkat. Misalnya kalimat “jami’an” dibaca “jami’a”.
5) Ikhfa, artinya abjad tanwin atau nun mati menghadapi abjad ikhfa dibaca mendengung (bunyi ‘ng’), contohnya kata “syaiin” dalam “ala kuli syaiin qodir”.
Kandungan Surah Al-Baqarah ayat 148
Ayat ini memberi keterangan bahwa setiap kelompok masyarakat mempunyai pola atau kiblat mengenai sumber rujukan perilaku. Dengan kata lain, setiap masyarakat mempunyai rujukan fatwa sikap hidupnya masing-masing. Dalam sejarah kehidupan manusia, setiap kurun peradaban insan mempunyai sumber rujukan atau fatwa hidup masing-masing. Pada zaman Nabi Musa As sumber rujukan nilainya ialah Kitab Suci Taurat, zaman nabi Daud As bersumber pada Kitab Zabur, sedangkan pada masa Nabi Isa as yaitu Kitab Suci Injil. Hal ini memperlihatkan keterangan bahwa Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 148 mengandung uraian sejarah yang sempurna dan ada buktinya.
Kebenaran maksud dari kalimat “tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya” dibuktikan pula dalam kehidupan insan zaman sekarang. Orang Islam mempunyai sumber rujukannya sendiri, dan begitu pula orang-orang non-muslim. Menghadapi kenyataan menyerupai ini, Al-Qur’an memperlihatkan keterangan bahwa setiap muslim perlu mengedepankan sikap yang siap berkompetisi dalam hal kebajikan. Artinya setiap diantara kita perlu mengutamakan semangat kompetisi atau semangat berlomba untuk kebajikan. Inilah nilai hakiki dari ayat yang dikemukakan Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 148. Ayat ini pun memberi keterangan bahwa berbuat baik itu tidak mesti alasannya kita sedang berada di satu kawasan (misalnya di masjid atau di sekolah).
Dimanapun kita berada, bila ada kesempatan untuk berbuat baik, seorang muslim harus senantiasa memanfaatkannya sebagai peluang atau lahan ibadah. Berbuat baik atau berlomba dalam kebaikan tidak mesti hanya di lingkungan sekolah, di rumah, atau di masjid. Pada tempat-tempat tersebut, kita tetap untuk menjunjung tinggi dan berlomba dalam kebaikan, namun di lingkungan RT, RW, di kelurahan, lapangan sepakbola, pasar, Mall atau di kawasan kerja pun, semangat berlomba dalam kebajikan ini harus terus dijunjung tinggi. Karena sesungguhnya, Allah Swt akan tetap mengumpulkannya sebagai bab dari amal sholeh seorang muslim. (Sumber referensi: Buku PAI)